seseorang yang membeli saham pasti memiliki potensi untuk mendapatkan keuntungan kenaikan harga (capital gain) atau dividen yang bersumber dari laba bersih perseroan
Jakarta (ANTARA) - Praktisi Pasar Modal Vier Abdul Jamal meminta perubahan pola pikir pemilik dana dalam berinvestasi, agar tidak hanya meraup untung dalam sekejap, mengingat investasi di pasar modal ada pasang surutnya.

"Saat kita berinvestasi di saham, pasti harganya akan mengalami turun dan naik. Sebagai investor, hal itu lumrah. Berbeda jika sebagai trader yang memang mengejar keuntungan dalam waktu singkat," kata Vier dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan seseorang yang membeli saham pasti memiliki potensi untuk mendapatkan keuntungan kenaikan harga (capital gain) atau dividen yang bersumber dari laba bersih perseroan.

Namun, saat membeli instrumen investasi tersebut, sang investor sedang membeli peluang untuk mendapatkan keuntungan sekaligus memikul risiko kerugian.

Untuk itu, seorang investor harus memiliki horizon investment period. Misalnya, untuk jangka menengah, tiga hingga lima tahun dan jangka panjang, bisa mencapai 20 tahun.

"Tidak ada yang instan, bukan beli sekarang, lalu untung. Kalau begitu, namanya trader. Mau untung besar dalam sekejap, risikonya juga besar. Mari rombak mindset kita. Kita harus punya horizon investment period," katanya.

Ia mengakui adanya risiko ketika harga saham atau instrumen investasi lainnya, contohnya pada instrumen aset kripto ketika sedang turun, tetapi bukan serta merta investor merugi.

"Betul bahwa ada floating loss, namun belum ada kerugian riil. Hal menjadi berbeda, ketika harga turun, lalu instrumen investasinya yang dimilikinya dilepas, saat itulah sang investor bisa merugi," tegas Vier.

Menurut dia, harga instrumen investasi fluktuatif, karena ada masanya naik, ada kala turun. Di posisi inilah, pentingnya sang investor memiliki kemampuan mengelola risiko, termasuk saat berinvestasi di aset kripto.

Oleh karena itu, seorang investor yang hendak membeli instrumen aset kripto perlu memperhatikan risiko agar mampu mengelola capital gain yang diperoleh.

"Untuk mengelola risiko, batasi imajinasimu yang tidak pernah terbatas. Uang seperti air laut, semakin diminum seseorang semakin haus. Kita yang mengontrol portofolio investasi, bukan sebaliknya," tutur Vier.

Terkait investasi di aset kripto, ia memprediksi adanya potensi yang besar di Indonesia, mengingat jumlah peminatnya bertambah setiap tahunnya.

Mengutip data Bappebti, per Februari 2022, investor aset kripto terdaftar sebanyak 12,4 juta. Dari sisi nilai, transaksi aset kripto telah mencapai Rp83,8 triliun.

"Dalam lima tahun ke depan, jumlah investor kripto bisa tumbuh 100 persen dari saat ini," ujar Vier.
Baca juga: OJK dorong BUMN manfaatkan pasar modal sebagai alternatif pendanaan
Baca juga: BEI: Rendahnya literasi keuangan di pasar modal masih jadi tantangan

Baca juga: Wamendag prediksi jumlah pedagang aset kripto terus bertambah
 

Pewarta: Satyagraha
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2022