Teheran (ANTARA News) - Iran menjadi negara paling akhir yang menegaskan kasus flu unggas H5N1, Selasa, setelah angsa liar di negeri itu diperiksa dan dinyatakan positif tertular virus mematikan tersebut, yang sudah menyerang negara-negara tetangganya dan menewaskan 91 orang di seluruh dunia. Beberapa ahli telah mengatakan hanya masalah waktu sebelum virus flu unggas H5N1 menyebar ke Iran, tempat berkumpulnya unggas liar yang diduga menjadi pengantar virus itu, kantor berita Reuters melaporkan. Tetangganya, Irak, Azerbaijan dan Turki sudah melaporkan wabah tersebut. "Laboratorium internasional mengkonfirmasi bahwa sebagian angsa liar mati akibat virus flu unggas," demikian antara lain isi pernyataan dari organsiasi hewan Iran. Contoh yang diperiksa berasal dari beberapa angsa liar di antara sebanyak 135 angsa yang ditemukan mati di daerah tanah basah di dekat pelabuhan Bandr-e Anzali di tepi Laut Kaspia, pantai utara Iran. Wabah di Azerbaijan dilaporkan pekan lalu pada burung di tepi Laut Kaspia. Virus itu telah menewaskan tak kurang dari 91 orang di Asia dan Timur Tengah, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Jumlah tersebut meliputi empat orang yang meninggal di Turki dan satu di Irak. Para ahli khawatir virus flu unggas H5N1 bermutasi menjadi satu bentuk yang dapat menyebar di antara manusia dan mengakibatkan wabah yang dapat menewaskan jutaan orang. Mereka berusaha memperingatkan orang mengenai bahaya virus itu, yang menyerang melalui kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi, tapi mereka menghadapi perjuangan berat di Nigeria --tempat orang mengira tak apa-apa jika mereka menyentuh unggas yang mati dengan tangan tanpa menggunakan alas. Beberapa kelompok ahli internasional berada di Nigeria, negara Afrika pertama yang mengkonfirmasi wabah H5N1, guna menjamin bahwa pemerintah siap mendeteksi kasus flu unggas pada manusia. Belum ada kasus flu itu pada manusia di negeri tersebut. Sementara virus itu menyebar lebih luas di Nigeria, para ahli memperlihatkan kepada pemerintah jenis langkah pencegahan yang mesti dilakukan termasuk penutupan pasar unggas hidup dan pembatasan gerak unggas. "Di atas semuanya, itu adalah penyakit hewan, dan jika orang ingin menghindari kasusnya pada manusia, virus tersebut harus benar-benar dibatasi hanya pada populasi unggas," kata wanita jurubicara WHO Fadela Chaib kepada wartawan di Jenewa. Tetapi berbagai tindakan yang dilakukan guna mencegah penyebaran virus itu di Nigeria kadangkala tak efektif, kata Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO). "Ada pembatasan gerak hewan di luar negara bagian Kano dan Kaduna, tapi di lapangan itu tampaknya tak benar-benar dilaksanakan," kata Juan Lubroth, pejabat senior kesehatan FAO, pada suatu taklimat di Roma. Di Uni Eropa, yang mengkonfirmasi kasus pertama H5N1-nya pada burung liar akhir pekan lalu, Yunani menyatakan hasil pemeriksaan seorang pria yang diduga tertular flu unggas terbukti negatif. Austria sedang menunggu hasil pemeriksaan atas beberapa sampel dari dua angsa yang diduga kuat telah terinfeksi virus H5N1. Negara tersebut telah mengirim sampel ke laboratorium rujukan Uni Eropa di Inggris. Jika dikonfirmasi positif, itu akan menjadi kasus pertama penularan virus itu di Austria. Jerman memberlakukan larangan pemeliharaan unggas di tempat terbuka guna melindungi unggas domestik dari ancaman virus tersebut dari burung liar yang bermigrasi. Burung liar yang bermigrasi dan baru kembali ke Eropa setelah melalui musim dingin di Afrika dapat menyebarkan virus itu ke bagian lain Eropa, kata FAO. "Kita harus menyadari bahwa terdapat resiko nyata bagi Eropa ketika burung liar bermigrasi ke arah utara pada musim semi ini," kata Samuel Jutzi, Direktur Divisi Kesehatan dan Produksi Hewan di FAO, kepada wartawan di Roma. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006