secara teoritis, kondisi ini juga dapat meningkatkan efektivitas vaksin
Jakarta (ANTARA) - Vaksinolog dr. Dirga Sakti Rambe mengatakan vaksinasi boleh dilakukan saat peserta sedang menjalankan puasa sebab sistem imun sedang bekerja baik dan secara syariat dinyatakan tidak membatalkan ibadah.

"Penelitian menunjukkan, berpuasa memberikan dampak yang baik bagi kesehatan. Pada orang yang berpuasa, terjadi peningkatan aktivitas neutrofil, monosit, dan sel natural killer yang semuanya berperan dalam meningkatkan imunitas kita," kata Dirga Sakti Rambe melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Secara medis, kata Dirga, berpuasa selama beberapa jam dalam sehari dikenal sebagai 'intermittent fasting' (IF). Berpuasa dapat dilakukan karena alasan religius seperti halnya puasa Ramadhan ataupun karena alasan kesehatan.

Dirga mengatakan produksi sel B yang berperan untuk menghasilkan antibodi juga meningkat saat seseorang berpuasa. "Berpuasa mengurangi reaksi inflamasi dan stress oksidatif. IF juga meningkatkan proses autofagi sehingga sistem imunitas lebih efektif melawan berbagai macam mikroorganisme," ujarnya.

Baca juga: Reisa: Vaksinasi COVID-19 tidak membuat puasa umat Muslim batal
Baca juga: Wapres Ma'ruf minta peningkatan vaksinasi COVID-19 jelang bulan puasa

Menurut Dirga, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan fatwa Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi COVID-19 Saat Berpuasa yang menyatakan bahwa pemberian vaksin COVID-19 yang disuntikkan melalui otot (intramuskular), tidak membatalkan puasa.

"Menukil dari fatwa ulama-ulama dunia, salah satu alasan bahwa vaksinasi tidak membatalkan puasa adalah karena vaksin tidak mengandung nutrisi/zat gizi bagi tubuh," katanya.

Dirga yang juga seorang dokter spesialis penyakit dalam itu mengatakan berbagai penelitian menunjukkan berpuasa justru dapat meningkatkan imunitas tubuh. Komponen yang berperan dalam sistem imunitas, seperti sel B dan makrofag, berespons lebih baik pada saat berpuasa.

'Secara teoritis, kondisi ini juga dapat meningkatkan efektivitas vaksin," katanya.

Ia memastikan bahwa belum ada bukti bahwa vaksinasi yang dilakukan pada saat berpuasa memicu risiko efek samping tambahan.

"Reaksi pascavaksinasi seperti nyeri atau pegal di bekas suntikan, demam, sakit kepala, dan lainnya, merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Ini adalah tanda bahwa tubuh sedang bereaksi dalam rangka membentuk antibodi. Reaksi pascavaksinasi umumnya berlangsung singkat dan dapat terjadi baik bagi orang yang berpuasa ataupun tidak," katanya.

Baca juga: Satgas: Vaksinasi COVID-19 di bulan Ramadhan aman tidak batalkan puasa
Baca juga: Satgas: Vaksinasi di Simeulue tetap dilaksanakan di bulan puasa

Dirga mengatakan pada prinsipnya vaksinasi dapat dilakukan sepanjang hari saat sedang berpuasa. Tidak ada persiapan khusus yang diperlukan dan selama berpuasa, pastikan kebutuhan nutrisi harian tercukupi.

"Termasuk pula kebutuhan cairan/minum agar tidak dehidrasi. Makan sahur dan saat berbuka puasa dengan makanan yang menyehatkan. Bagi yang memiliki penyakit kronik seperti diabetes, sakit jantung, dan sakit ginjal, tetap dianjurkan untuk berobat rutin ke dokter agar kondisi tetap dalam keadaan terkontrol," katanya.

Bagi peserta yang khawatir reaksi pascavaksinasi seperti nyeri di bekas suntikan atau demam sehingga dapat mengganggu kelancaran berpuasa, kata Dirga, maka dianjurkan memilih waktu yang lebih nyaman, misalnya jelang berbuka puasa atau di malam hari.

"Bahkan cukup banyak masjid yang menjadi tempat pelaksanaan vaksinasi COVID-19, sehingga bisa vaksinasi setelah menunaikan shalat Isya dan Tarawih," katanya.

Baca juga: Puasa takkan ganggu kekebalan tubuh saat vaksinasi COVID-19

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022