Bogor, (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan (Sekjen Dephut), Boen Purnama mengemukakan, penerapan "Reduced Impact Logging" (RIL) atau pembalakan ramah lingkungan, dalam praktiknya, dari sisi lingkungan membuktikan hasil yang jauh lebih baik ketimbang dengan yang bersifat konvensional. "Yang jelas, dari sisi lingkungan, misalnya kita hanya datang ke lapangan saja kita lihat bahwa HPH yang melakukan RIL itu hutannya jauh terpelihara dari yang tidak, itu sudah kelihatan," katanya di Bogor, Jawa Barat (Jabar), Rabu (15/2). Hal itu disampaikan usai membuka workshop internasional bertajuk "Reduced Impact Logging (RIL) ini Indonesia and the Asia Pacific Region", yang berlangsung selama dua hari (15-16/2), dan dihadiri para ahli kehutanan dari Amerika Serikat (AS), Vietnam, Myanmar, Philipna, Malaysia, Brunei Darussalam, Papua Nugini, dan negara peninjau lainnya. Hadir pula pada kesempatan itu Presiden ITTO (International Trade Timber Organization) Bidang Industri, Dr Whan Ok Ma. Untuk Indonesia sendiri, ITTO telah memberikan bantuan berupa proyek pelatihan melalui Pusdiklat Kehutanan Dephut kepada tidak kurang dari 130 orang untuk mendalami RIL itu. Menurut Boen Purnama, dengan penerapan RIL yang membuat hutan jauh lebih terpelihara, dan diharapkan pada rotasi berikutnya, tegakan (pohon) yang bisa dimanfaatkan jauh lebih baik, bukan saja jenis dan jumlahnya tetapi juga kualitasnya, sehingga RIL ini penting sekali. Ia menjelaskan, RIL merupakan bagian kerjasama dengan ITTO, yang melakukan penelitian tentang penerapan RIL, yang intinya adalah kegiatan "logging" yang memperhatikan masalah lingkungan. "Melalui worhsop selama dua hari ini kita berusaha mengumpulan semua ahli, minimal se-ASEAN karena memiliki program yang sama untuk melakukan implementasi sehingga dengan workshop ini tentunya bisa `sharing` pengetahuan, pengalaman, dan lainnya sehingga bisa dibuat suatu konsep bagaimana implementasi RIL dilakukan," katanya. Ketika ditanya sudah sejauh mana penerapal RIL di Indonesia telah dilakukan, Boen Purnama menjelaskan bahwa kegiatan itu sudah dilakukan pada beberapa perusahaan HPH. "Itu sudah dilakukan, dan malah kita menganggap itu salah satu contoh yang baik yang bisa dilihat perusahaan lain yang belum melakukan. Kita selalu mengatakan (bahww RIL) itu sebagai salah satu praktik di lapangan yang bisa dilihat," katanya. Mengenai bagaimana penerapan RIL itu dilakukan, ia menjelaskan bahwa secara teknis seperti membuat rencana pengembangan yang jelas, misalnya pohon mana yang mau ditebang, dan ke arah mana. "Tetapi prinsipnya bagaimana kegiatan `logging` ini atau pemanfaatan hutan ini meninggalkan dampak lingkungan yang kecil. Jadi, pemotongan tidak sembarangan," katanya. Saat ditanya bahwa selama ini sudah dikenal konsep "tebang pilih", ia mengatakan bahwa RIL ini adalah penyempurnaan, sehingga makin baik. Sementara itu, guru besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Ir Elias, yang menjadi konsultan nasional RIL di Indonesia menjelaskan bahwa konsep RIL itu lahir dari sebuah kerjasama para ahli kehutanan internasinal antara lain dari AS, Italia dan Indonesia sendiri, termasuk negara di kawasan ASEAN lainnya. "Untuk kajian hutan tropis lahir tahun 1990-an dan berkembang sampai sekrang dan terus dicoba untuk diimplementasikan di seluruh negara tropis, bukan saja di Asia Tenggara melainkan juga di Brazil dan Afrika," katanya.

Copyright © ANTARA 2006