Kami mendesak Mabes Polri untuk profesional, serius, dan kalau bisa mereka berkolaborasi dan turun langsung.
Jakarta (ANTARA) - Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia (TAP-HAM) sebagai kuasa hukum korban, meminta Bareskrim Mabes Polri mengawasi proses hukum yang dilakukan oleh Polda Sumatera Utara dalam menyelidiki kasus kerangkeng manusia di Langkat.

Menurut perwakilan TAP-HAM Rahmat Muhammad, pengawasan itu perlu dilakukan karena proses hukum yang dilakukan Polda Sumatera Utara (Sumut) berjalan lambat, padahal kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin telah menjadi sorotan nasional.

“Kami mendesak Mabes Polri untuk profesional, serius, dan kalau bisa mereka berkolaborasi dan turun langsung ke lapangan melakukan pengawasan dalam proses penyelidikan dan penyidikan di Polda Sumatera Utara, demi menangani secara serius kasus kerangkeng guna memenuhi hak-hak dan rasa keadilan para korban,” kata Rahmat saat jumpa pers secara virtual yang diikuti di Jakarta, Minggu.

Tidak hanya itu, TAP-HAM sebagai kuasa hukum empat korban, juga keberatan atas keputusan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut yang belum menahan delapan tersangka kasus kerangkeng manusia.

“Kami menilai tidak ada penahanan itu sebuah keanehan, padahal itu bisa membuka celah dia (tersangka) menghilangkan bukti kejahatannya,” kata perwakilan TAP-HAM lainnya Gina Sabrina.

Polda Sumut bulan lalu menetapkan delapan orang sebagai tersangka kasus kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana Perangin Angin. Empunya rumah, yaitu Bupati Langkat nonaktif tidak masuk dalam daftar tersangka.

Walaupun demikian, anak Terbit yang berinisial DP masuk dalam daftar tersangka bersama tujuh orang lainnya yang berinisial HS, IS, TS, RG, JS, HG, dan SP.

Delapan tersangka itu sejauh ini belum ditahan oleh kepolisian dan hanya diperintahkan untuk wajib lapor.

Oleh karena itu, TAP-HAM, yang terdiri atas KontraS, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), serta KontraS Sumut meyakini proses hukum yang saat ini berjalan di Polda Sumut perlu diawasi oleh Bareskrim Polri.

Kemudian, TAP-HAM juga mendesak Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong penyelidikan dugaan pelanggaran etik terhadap sejumlah anggota Polri.

“Kami menemukan ada beberapa anggota Polri aktif yang terlibat dalam proses penjemputan anak-anak yang dulunya di luar kerangkeng, dijemput masuk ke dalam kerangkeng,” kata Rahmat.

Terakhir, tim kuasa hukum meminta Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan memberi perhatian khusus kepada kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Perangin Angin.

Kasus kerangkeng manusia di rumah Terbit terungkap setelah dia terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 18 Januari 2022. OTT itu menggagalkan suap yang mulanya hendak diberikan oleh pemenang tender proyek Pemerintah Kabupaten Langkat ke Terbit Perangin Angin melalui perantaranya.

Penyidik KPK saat menggeledah rumah Terbit kemudian menemukan kerangkeng berisi 40 orang, padahal luasnya saat itu diyakini hanya cukup menampung 20 orang.

Polda Sumut sempat menyampaikan ke publik bahwa kerangkeng itu tempat rehabilitasi pecandu narkoba ilegal yang telah beroperasi selama kurang lebih 10 tahun.

Namun penyelidikan kepolisian selanjutnya yang didukung temuan dari LPSK dan Komnas HAM menemukan adanya unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus kerangkeng manusia itu.
Baca juga: Komnas HAM sebut polisi segera tahan tersangka kerangkeng manusia
Baca juga: LPSK harap Menko Polhukam beri atensi khusus kasus kerangkeng manusia

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022