Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) Soleman B. Ponto mengatakan seluruh warga negara Indonesia (WNI) boleh mendaftarkan diri menjadi calon anggota TNI, termasuk mereka yang merupakan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Untuk mendaftar menjadi anggota TNI itu tidak melihat anak siapa. Siapa saja, yang penting warga negara Indonesia, boleh mendaftar," kata Soleman saat menjadi narasumber dalam webinar "Seleksi TNI Underbouw dan/atau Keturunan PKI Menurut Para Jenderal Purnawirawan", seperti dipantau secara daring di Jakarta, Senin.

Hal itu sesuai dengan peraturan yang dimuat dalam Pasal 28 Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Itu sangat jelas di dalamnya, tidak ada persyaratan bahwa yang boleh mendaftar kecuali anak keturunan PKI," tambahnya.

Menurut dia, pernyataan Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa, yang memperbolehkan keturunan PKI mendaftarkan diri menjadi calon prajurit, memang telah sesuai dengan ketentuan dalam UU TNI itu.

Baca juga: Panglima: Keturunan PKI jangan jadi alasan gagalkan calon prajurit

Pasal 28 UU TNI menyebutkan persyaratan umum untuk menjadi prajurit adalah WNI, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, setia kepada NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta berusia paling rendah 18 tahun saat dilantik.

Berikutnya, calon prajurit juga tidak boleh memiliki catatan kriminalitas berdasarkan keterangan resmi tertulis oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), sehat jasmani dan rohani, tidak sedang kehilangan hak menjadi prajurit berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, lulus pendidikan pertama untuk membentuk prajurit siswa menjadi anggota TNI, serta persyaratan lainnya yang sesuai dengan keperluan.

Berkenaan dengan komunisme dalam seleksi anggota TNI, Soleman mengatakan tim penyeleksi harus memperhatikan pengaruh ideologi tersebut dalam diri calon prajurit. Pihak penyeleksi tentunya tidak akan meloloskan prajurit yang terpengaruh paham komunis, katanya.

"Yang dilihat itu adalah keterpengaruhan. Mulai dari tes dilihat, begitu tes dilihat, pendidikan dilihat, naik tingkat dilihat. Keterpengaruhan itu di antaranya ekstremisme kiri, ekstremisme kanan, serta ekstremisme lainnya, seperti LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) dan ingin berontak. Itu diawasi terus menerus dan ada alat untuk pengawasan sehingga kemungkinan lolos sangat kecil," ujarnya.

Baca juga: Komnas HAM yakin TNI miliki instrumen yang jelas untuk rekrut prajurit

Baca juga: MPR: Sikap Panglima tolak diskriminasi keturunan PKI sesuai TAP I/MPR

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022