Jakarta (ANTARA) - PT Merial Esa sebagai korporasi dituntut pidana denda Rp275 juta ditambah membayar uang pengganti Rp133.104.444.139 karena dinilai terbukti melakukan korupsi pengadaan "monitoring satellite" dan "drone" tahun 2016.

"Menjatuhkan pidana pokok terhadap terdakwa PT Merial Esa berupa pidana denda sebesar Rp275 juta dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar denda paling lama 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila terdapat alasan yang kuat jangka waktu sebagaimana dimaksud telah diperpanjang lagi paling lama 1 bulan, terpidana PT Merial Esa tidak membayar uang denda dimaksud, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar denda tersebut," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Muhammad Nur Azis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.

Duduk di kursi terdakwa mewakili PT Merial Esa adalah Fahmi Darmawansyah selaku Dikretur PT Merial Esa yang juga sudah divonis 2 tahun dan 8 bulan dalam perkara yang sama pada 2017 lalu.

"Menghukum terdakwa PT Merial Esa dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp133.104.444.139 dikurangi dengan memperhitungkan uang yang telah disita sebesar Rp92.974.837.246, Rp22,5 miliar dan 800 ribu dolar AS," tambah Azis.

Dengan ketentuan jika PT Merial Esa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila terdapat alasan yang kuat jangka waktu sebagaimana dimaksud telah diperpanjang lagi paling lama 1 bulan, maka PT Merial Esa tidak membayar uang pengganti dimaksud, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut.

Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Hal-hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, terdakwa telah memperoleh keuntungan, terdakwa tidak mengakui terus terang perbuatannya. Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum pidana, terdakwa bersikap kooperatif selama persidangan," ungkap Azis.

Suap yang diberikan oleh PT Merial Esa dan pihak lain tersebut diperuntukkan untuk:

Pertama, anggota Komisi I DPR-RI periode tahun 2014-2019 dari fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi sebesar 911.489 dolar AS.

Kedua, narasumber bidang perencanaan dan anggaran Bakamla Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp64 miliar.

Baca juga: KPK dalami proses penganggaran "satellite monitoring" Bakamla

Baca juga: KPK akan periksa Kabakamla dalam kasus "satellite monitoring"


Ketiga, Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Plt Sekretaris Utama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggara (KPA) Satuan Kerja Bakamla tahun anggara 2016 Eko Susilo Hadi sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 dolar AS dan 10 ribu euro.

Keempat, Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerjasama Keamanan dan Keselamatan Laut di lingkungan Bakamla Bambang Udoyo sebesar 105.000 dolar Singapura.

Kelima, Kepala Biro Perencanaan dan Organisas Bakamla Nofel Hasan sebesar 104.500 dolar Singapura. Keenam, Kasubag Tata Usaha Sekretaris Utama Bakamla Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp120 juta.

Fayakhun, Eko Susilo Hadi, Bambang Udoyo dan Nofel Hasan sudah menjalani hukuman pidana dalam perkara yang sama.

"Pemberian kepada Fayakhun Andriadi dan Ali Fahmi dilakukan karena telah mengupayakan alokasi (plotting) penambahan anggaran Bakamla RI untuk proyek pengadaan 'monitoring satelitte' dan 'drone' dalam APBN Perubahan tahun 2016," ungkap jaksa.

Sedangkan pemberian kepada Eko Susilo Hadi, Bambang Udoyo, Nofel Hasan dan Tri Nanda Wicaksono karena telah memenangkan perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan oleh PT Merial Esa yaitu PT Melati Techofo Indonesia dalam pengadaan "monitoring satellite" di Bakamla pada APBNP tahun 2016.

PT Merial Esa adalah pengendali PT Melati Tehnofo Indonesia karena sejak awal yang menginginkan proyek "monitoring satellite" di Bakamla adalah PT Meral Esa dan karena dalam akta pendirian PT Merial Esa tidak menyebutkan spesifikasi pekerjaan/bidang usaha maka Fahmi Darmawansyah selaku direktur PT Merial Esa mengakusisi PT Melati Technofo Indonesia.

"Terdakwa PT Merial Esa telah melakukan berbagai kecurangan diantaranya mempengaruhi panitia pengadaan Bakamla dengan cara melakukan penguncian spek, pengaturan harga dan pengaturan perusahaan pendamping yaitu PT Azure Indo Mandiri dan PT Catur Bakti Persada dalam pekerjaan pengadaan 'monitoring satelitte' Bakamla TA 2016 seolah-olah pelelangannya berjalan sesuai prosedur lelang," tambah jaksa.

Berdasarkan perhitungan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK yang tertuang dalam LHA-AF 04/DNA/12/2021, tertanggal 22 Desember 2021 Tentang Laporan Hasil Perhitungan Harta Benda PT Merial Esa yang diperoleh dari pengadaan "monitoring satelitte" Bakamla tahun Anggaran 2016, PT Merial Esa memperoleh harta benda dari keuntungan proyek tersebut sebesar Rp133.104.444.139.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022