Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) RI akan dipertemukan dengan perwakilan para korban aksi pelanggaran hak azasi manusia (HAM) tahun 1999 di kota Liquica dalam rangkaian kunjungan sepekan mereka di Timor Leste mulai Minggu (19/2). Perihal pertemuan dengan perwakilan para korban itu disampaikan Ketua KKP RI-Timor Leste dari Indonesia, Benjamin Mangkudilaga, kepada ANTARA yang menghubunginya dari Jakarta, Kamis. Benjamin mengatakan, kunjungan ke Timor Leste itu merupakan tindak lanjut dari rencana kunjungan akhir Januari lalu yang sempat ditunda sebagai bentuk kepekaan pihaknya terhadap reaksi rakyat Indonesia pada laporan Presiden Xanana Gusmao kepada Sekjen PBB Kofi Annan 20 Januari 2006. Selama misi kunjungan sepekan di bekas provinsi ke-27 Indonesia yang memisahkan diri menyusul kemenangan kelompok pro-kemerdekaan dalam penentuan pendapat PBB 1999 itu, anggota KKP Indonesia akan diterima Presiden Xanana Gusmao dan sejumlah pejabat terkait, katanya. "Selain dengan Presiden Xanana, kami akan diterima perdana menteri, menteri luar negeri, jaksa agung, ketua Mahkamah Agung, dan panglima angkatan bersenjata Timor Leste," kata Benjamin. Tim KKP dari Indonesia, katanya, akan menerima pemaparan tentang laporan Commisao de Acqhimento Verdade e Reconsiliacao (CAVR) yang telah disampaikan Presiden Xanana ke Sekjen PBB, Kofi Annan dari pihak terkait di Dili. Laporan CAVR yang disampaikan Xanana kepada Sekjen PBB pada 20 Januari itu antara lain menyebutkan bahwa telah terjadi pembantaian terhadap 102.800 warga Timtim dalam kurun waktu 24 tahun, yakni ketika Timtim masih bergabung dengan Indonesia (tahun 1974-1999). Sekitar 85 persen dari pelanggaran HAM, menurut CAVR, dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia. Dokumen itu juga mengatakan bahwa militer Indonesia berusaha membasmi warga Timtim dengan meracuni makanan dan air menggunakan bom napalm dan bahan kimia lainnya. Dalam rekomendasi CAVR juga disebutkan tentang perlunya memperbarui kontrak hakim-hakim internasional untuk Special Panels for Serious Crimes sehingga bisa mengadili semua pelaku kejahatan antara tahun 1975 hingga 1999. CAVR adalah badan-non pemerintah Timor Leste dan Xanana sendiri telah menegaskan bahwa pemerintahnya menganggap Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) sebagai satu-satunya jalan keluar bagi sejarah kelam masa lalu Indonesia-Timor Leste. KKP dideklarasikan oleh Presiden Yudhoyono dan Presiden Xanana pada 9 Maret 2005 di Jakarta sebagai mekanisme yang dipilih kedua negara dalam menyelesaikan beban masa lalu berkaitan dengan pelanggaran HAM di Timtim pasca jajak pendapat tahun 1999. Dengan terbentuknya KKP, Timor Leste dan Indonesia menolak wacana sebagian kalangan internasional tentang keperluan dibentuknya Komisi Ahli (Commission of Expert) PBB untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di Timtim tahun 1999.(*)

Copyright © ANTARA 2006