Jakarta (ANTARA News) - Bukan hanya di kawasan mobil berpenumpang tiga orang (3 in 1) Jalan Thamrin, Sudirman, Jakarta, joki pun sudah merambah ke embarkasi haji dalam hal pemeriksaan urine calon haji pada musim haji tahun ini.

Pengertian joki -- dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia -- memang mengandung arti beragam. Tergantung penggunaannya. Bisa dipahami sebagai penunggang kuda pacuan, pengatur lagu yang menangani mesin pemutar lagu atau piringan hitam (di studio radio atau diskotek), orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian dan menerima imbalan uang.

Atau, orang yang memberi layanan kepada pengemudi kendaraan pribadi di kawasan 3 in 1 untuk memenuhi ketentuan mobil (harus) berpenumpang tiga orang atau lebih di kawasan tertentu.

Belakangan ini muncul joki urine bermain di embarkasi Asrama Haji. Mereka mendekati para ibu usia subur saat akan pemeriksaan urine oleh petugas kesehatan. Agar tak ketahuan pergi haji tengah hamil, jemaah minta bantuan para joki urine.

Modusnya, para joki akan mendekati jemaah usia subur yang hendak menjalani pemeriksaan urine. Kemudian apabila sepakat, joki akan memberikan urine orang lain (bukan yang sedang hamil) disela calon haji ke toilet untuk mengambil urine.

Peristiwa perjokian ini tercium di Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat. Empat ibu hamil muda tertangkap dan tak dibenarkan berangkat haji lantaran aturannya memang demikian. Dari keempat ibu hamil tersebut, satu diantaranya berupaya mengelabui petugas kesehatan dengan cara mempergunakan joki. Tak disebutkan siapa ibu hamil dimaksud.

Petugas haji di Embarkasi Bekasi itu tak mau menyebut nama ibu hamil muda yang berupaya pergi haji dengan cara memalsukan urine.

Ketua Bidang Kesehatan Embarkasi Bekasi, dr. Zamhir Setiawan M.Epid menyebutkan, pihaknya mencatat ada empat ibu hamil dan tak dibenarkan berangkat haji. Yaitu, Marpuah Usman (asal Kabupaten Bogor), Nurlatifah (Cianjur), Yatriza Ismanti (Cimahi), dan Rita Supartisa Ajub (Tasikmalaya).

Ada tiga tahapan agar ibu hamil dapat dicegah menunaikan ibadah haji. Pertama, melakukan pemeriksaan urine. Kedua, setelah diketahui tak hamil, calon haji bersangkutan harus menjalani pemeriksaan fisik. Ketiga, jika masih ada indikasi mencurigakan, petugas mengirim yang bersangkutan ke dokter spesialis kebidanan di rumah sakit terdekat.

Bisa saja ibu hamil muda, karena berkeinginan kuat menunaikan haji, menggunakan cara-cara ilegal. "Kita harus cegah itu, agar peristiwa jemaah haji melahirkan di tanah suci tak terulang," kata seorang dokter di Embarkasi Bekasi.

Pada musim haji lalu, tepatnya, Senin, 1 November 2010, seorang ibu melahirkan di Rumah Sakit Safa, Madinah. Peristiwa itu membuat petugas haji menjadi repot karena harus membadalhajikan si ibu yang melanggar aturan tersebut.

Menteri Agama Suryadarma Ali selaku amirul hajj (pemimpin rombongan haji Indonesia) dan naib mirul hajj (wakil pemimpin) yang juga mantan Ketua Umum PB Nadhatul Ulama, KH. Hasyim Musyadi menyempatkan mengunjungi ibu yang dirawat di Balai Kesehatan Haji Indonesia di Madinah, Jumat, (5/11), setelah dipindah dari RS Safa Madinah.

Fitri Prihartini Tohri (28 tahun), ibu yang melanggar peraturan itu, dengan tenang berdialog dengan SDA, panggilan akrab Suryadharma Ali.KH. Hasyim Muzadi sempat memperbaiki nama bayi laki yang baru lahir itu sesuai tata bahasa Arab: Mohammad Sofa Madani, dari nama semula yang diberi keluarganya, Mohamad Sofa Madina.

Peristiwa ibu hamil saat menunaikan ibadah haji bukan sekali itu saja. Tahun-tahun sebelumnya juga ada. Untuk itu, petugas kesehatan memang harus meningkatkan pengawasan agar petugas haji, termasuk Menteri Agama dan jajaran di Dirjen Penyelenggara Ibadah Haji tak dibuat kerepotan. Memang, hingga kini tak ada sanksi bagi wanita hamil pergi haji. Tapi, mengindahkan aturan yang sudah ada tentu akan membawa kebaikan bagi penyelenggaraan haji ke depan.

Risiko tinggi

Selama operasional pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji, menurut catatan Kabid Haji Kanwil Kemenag Jawa Barat Drs H Maman Sulaiman, MM, sudah lima jemaah haji dari embarkasi Bekasi ditolak keberangkatannya. Empat di antaranya karena hamil satu lagi karena gangguan jiwa.

Ia mengatakan, jemaah haji asal Jawa Barat sebanyak 37.825 orang, tergabung dalam 86 kloter.

Selama ini, lanjut Maman, jamaah haji asal Jawa Barat merupakan terbanyak dibanding dari provinsi lainnya. Untuk calon jamaah waiting list pun untuk Jawa Barat sudah mencapai 153.838 orang.

Jadi, jamaah daftar tunggu untuk Jawa Barat ini 4 sampai 5 tahun. Maman mengatakan, untuk peningkatan pelayanan dan kenyamanan di Asrama Haji Bekasi dilakukan pemasangan PAM dan juga dipasang CCTV yang ditempatkan di enam titik. Ini guna meningkatkan pelayanan khususnya di bidang keamanan.

Sementara Ketua Bidang Kesehatan Embarkasi Bekasi, dr. Zamhir Setiawan M.Epid mengakui dari jumlah sebanyak itu, 53 persen di antaranya merupakan calon haji berusia beresiko tinggi sebab 23 persen di antaranya berusia lanjut dan 31 persen rentan terhadap berbagai penyakit.

Hingga kini, pihaknya telah menangani sekitar 2 ribu lebih pasien yang berobat ke pelayanan kesehatan embarkasi Bekasi. Sebanyak 18 orang di antaranya dirujuk ke rumah sakit terdekat. Dari hasil pemeriksaan dari rumah sakit, ternyata 11 orang keberangkatannya harus ditunda dan selebihnya masih menjalani perawatan.

Terkait dengan jemaah resiko tinggi itu, pihaknya mengimbau agar jemaah berhati-hati mengonsumsi makanan di Tanah Suci dan mengindahkan peraturan yang disampaikan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.

(ANTARA)


Pewarta: oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011