kami ingatkan jangan membuat kebijakan atau sistem yang menguntungkan satu kelompok
Jakarta (ANTARA) - Himpunan Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) mengapresiasi dibukanya penempatan pekerja migran ke Malaysia, tetapi sekaligus mengingat semua pihak, terutama pemerintah untuk tidak mengeluarkan kebijakan atau membangun sistem monopolistik yang menguntungkan satu kelompok.

"Kami mengapresiasi pembukaan penempatan ke Malaysia melalui sistem satu pintu, tetapi kami ingatkan jangan membuat kebijakan atau sistem yang menguntungkan satu kelompok usaha dan merugikan kelompok yang lain sehingga mencederai prinsip persaingan usaha yang sehat yang diatur dalam peraturan perundangan," kata kata M Hasan Bajamal, Ketua Dewan Penasehat Himsataki di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah dan Pemerintah Malaysia melalui Menteri Sumber Daya Manusia Dato' Seri Saravanan Murugan menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Penandatanganan MoU tersebut disaksikan oleh Presiden Joko Widodo, Perdana Menteri (PM) Malaysia Dato' Sri Ismail Sabri Yakob di Ruang Kredensial, Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/4).

Baca juga: Himsataki dorong calon pekerja migran manfaatkan KUR PMI
Baca juga: MoU pelindungan PMI dengan Malaysia masukkan poin upah minimum

Hasan mengapresiasi MoU tersebut yang memberi kemajuan pada sistem penempatan dan perlindungan pekerja migran. Namun, sistem satu kanal (pintu) yang baik itu hendaknya memberi kesempatan yang sama kepada setiap perusahaan penempatan pekerja migran untuk berusaha dan memberi yang terbaik kepada pekerja migran.

"Pemerintah hendaknya memberi fasilitas, aturan dan rambu-rambu kepada perusahaan penempatan sehingga perusahaan mana pun yang memiliki izin dan berusaha sesuai aturan dan rambu-rambu tersebut boleh menempatkan pekerja migran ke Malaysia," katanya.

Prinsip itu, kata Hasan, hendaknya berlaku juga pada penempatan pekerja migran lainnya ke negara lain, termasuk Saudi Arabia.

Baca juga: Menaker: MoU dengan Malaysia perbaikan tata kelola penempatan PMI
Baca juga: Menlu: MoU perlindungan PMI di Malaysia buah negosiasi enam tahun

Dia juga memberi masukan bahwa pandemi mengajarkan seluruh negara bahwa pelayanan digital menjadi suatu keharusan. Artinya, kemudahan dan layanan tanpa sekat, tanpa batas, di mana saja dan kapan saja menjadi habit (kebiasaan) saat ini dan masa depan.

"Keruwetan dan kerumitan pelayanan umum (public services) hanya akan menimbulkan biaya tinggi," kata Hasan.

Keruwetan dan kerumitan sistem, kata dia, juga membuat calon pekerja migran dan para calo mencari jalan pintas dengan menempuh cara ilegal dan di luar prosedur, terlebih pada penempatan ke Malaysia yang memiliki banyak pintu masuk, termasuk melalui jalur laut yang acap menimbulkan korban.

Sebelumnya Menteri Ida menjelaskan sistem satu kanal itu mengintegrasikan sistem daring milik Indonesia dan Malaysia dan tidak ada lagi penempatan yang dilakukan secara langsung, tapi harus melalui agensi perekrutan Indonesia dan Malaysia yang terdaftar di sistem tersebut.

Baca juga: Kemnaker: MoU dengan Malaysia bisa jadi contoh untuk perjanjian lain

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022