Samarinda (ANTARA) - Gubernur Provinsi Kalimantan Timur Isran Noor mengungkapkan menjamurnya pertambangan ilegal di wilayahnya setelah adanya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

"Kasus tambang ilegal setelah UU Nomor 3 Tahun 2020 ini sangat luar biasa. Belum ada izin saja sudah ditambang,” kata Gubernur Kaltim Isran Noor pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Gedung Nusantara I Lantai I, Senin.

Selain Gubernur Isran Noor, Panja Ilegal Mining Komisi VII juga mengundang Gubernur.Bangka Belitung, Gubernur Sumatera Selatan, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Kalimantan Barat, Gubernur Kalimantan Selatan, Gubernur Kalimantan Tengah, Gubernur Kalimantan Utara dan Gubernur Sulawesi Tenggara.

Rapat dipimpin Ketua Panja Illegal Mining Eddy Soeparno.

Baca juga: Gakkum KLHK serahkan tersangka tambang nikel ilegal ke Kejati Sultra

Baca juga: KLHK tindak tambang nikel ilegal di Konawe Utara


Gubernur Isran Noor memanfaatkan kesempatan RDP tersebut untuk menyampaikan keluh kesah dan kegelisahan masyarakat Kaltim akibat maraknya tambang ilegal.

"Maraknya tambang ilegal telah menyebabkan  lingkungan dan infrastruktur rusak. Dana bagi hasil yang kembali ke daerah pun tidak cukup untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan itu," kata Isran.

Dia mengatakan hampir semua jalan negara, provinsi dan kabupaten kota rusak, karena digunakan untuk transportasi alat berat angkutan batubara.

Gubernur Isran mengungkapkan, dengan aturan baru ini, wibawa negara menjadi hilang, karena pengawasan di daerah juga tidak terlaksana dengan optimal.

"Wibawa negara sudah tidak ada. Sedikit saja sisanya," keluh Isran lagi.

Menurut dia, mengapa ini terjadi, karena semua kewenangan perizinan pertambangan ditarik ke pusat. Bahkan untuk pengawasan pun, daerah tidak mendapat ruang kewenangan.

"Saat ada perubahan UU 23 Tahun 2014, masih lumayan karena provinsi masih memiliki porsi pengawasan. Tapi setelah UU ini terbit semuanya selesai," ucap Isran.

Semestinya, lanjut Gubernur, pengawasan harus terintegrasi. Provinsi diberi kewenangan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Gubernur Isran bahkan sempat menyinggung saat dirinya masih menjadi Bupati Kutai Timur, dimana urusan tambang Galian C pun ia berikan kepada camat agar semua bisa terkontrol dengan baik.

Secara umum para gubernur meminta peran pengawasan dikembalikan ke daerah. Sebab para pelaku penambangan tanpa izin itu selalu berteriak, ini adalah urusan pusat.

Para gubernur mengakui pemerintah provinsi tidak bisa berbuat banyak atas kondisi ini. Penegakan hukum juga menjadi sangat penting dalam kasus tambang ilegal ini.

Sementara Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Jamaluddin mengakui kondisi sulit tersebut dan menawarkan pertambangan rakyat sebagai solusi.

Wakil Gubernur Kaltara Yansen TP ikut membenarkan. Hampir semua gubernur menghadapi kondisi yang sama di daerah.

"Harus ada solusi (ending) dari pertemuan hari ini. Tidak hilang begitu saja. Hari ini kita ketemu, besok selesai baik. Terpenting seberapa besar tambang ini bisa dinikmati masyarakat," ungkap Yansen.

Sebagian Anggota Panja pun menawarkan revisi atas UU Nomor 3 Tahun 2020 karena dinilai tidak efektif lagi.*

Baca juga: Komnas HAM: Putusan kasus Jurkani harus adil bagi keluarga korban

Baca juga: Merusak alam, tambang emas ilegal Gunung Prabu-Lombok Tengah ditutup

Pewarta: Arumanto
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022