Jakarta (ANTARA News) - Para wanita diduga mulai dipakai oleh kelompok tertentu untuk mengirim bahan peledak dari Malaysia ke Indonesia lewat Kalimantan, kendati belum ada indikasi bahan peledak itu dipakai untuk kegiatan terorisme. "Ada indikasi wanita dipakai kelompok tertentu untuk mengirim bahan peledak karena polisi sudah dua kali menangkap wanita yang terlibat pengiriman barang berbahaya ini dari Malaysia ke Indonesia," kata Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan, polisi masih menelusuri alur peredaran bahan peledak itu, apakah ada kaitannya dengan kasus terorisme atau bahan peledak itu dipakai untuk bom ikan. Dikatakannya, pengiriman bahan peledak terakhir yang digagalkan adalah pada 10 Pebruari 2005 dengan tersangka Remi (27) dan Hj Salmah. Kejadian ini bermula ketika Polres Nunukan, Kaltim menangkap Remi karena membawa dua tas besar berisi tiga ribu detonator merk IDL buatan India dan 1.706 meter sumbu ledak saat akan naik kapal di Nunukan menuju Sulawesi Selatan. Remi mengaku bahwa ia hanya disuruh oleh Hj Salmah untuk membawa barang dari Tawau, Sabah, Malaysia menuju Sulawesi Selatan. Hj Salmah lalu ditangkap di Pare-Pare oleh petugas Polda Kaltim dan Polda Sulsel. Di rumah Hj Salamah, polisi menemukan 19 karung aluminium nitrat, 597 detonator dan 9 kg potassium Kedua tersangka yang kini ditahan di Mapolda Kaltim itu dijerat dengan UU Darurat No 12 tahun 1951 tentang bahan peledak. Oktober 2005 lalu, Polda Kaltim juga menangkap satu pria dan tiga wanita yang kedapatan membawa bahan peledak di pelabuhan Nunukan. "Saat itu, Hj Salmah keburu kabur saat ditangkap namun kali ini berhasil ditangkap berkat pengakuan Remi," ujar Anton Bachrul Alam. Menurut Anton, polisi masih menyelidiki apakah bahan peledak ini terkait dengan aksi terorisme yang pernah terjadi di Indonesia termasuk jaringan Noordin M Top.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006