Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan keterlibatan partisipasi publik dalam perumusan suatu undang-undang (UU) menjadi sangat penting.

"Supaya ketika rancangan undang-undang (RUU) disahkan menjadi undang-undang tidak ada resistansi," kata Edward dalam diskusi "Mengawal Pascapengesahan RUU TPKS", seperti dipantau secara virtual di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan kekuatan suatu UU tidak hanya menyangkut aspek yuridis saja, melainkan juga mengenai aspek filosofis dan sosiologis. Partisipasi publik masuk ke dalam aspek sosiologis.

Suatu produk UU akan menjadi sia-sia atau tidak berarti jika ditolak atau ditentang oleh masyarakat, tambahnya.

"Apalagi kalau terjadi pembangkangan sosial karena ketidakpatuhan pada undang-undang," jelasnya.

Baca juga: Amnesty International sebut UU TPKS langkah maju lindungi korban

Dalam diskusi itu, dia juga mengapresiasi lahirnya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang baru saja disahkan DPR untuk menjadi UU. Dalam prosesnya, menurutnya, semua aspek dilibatkan menjadi sinergisme bersama, baik dari kalangan pemerintah, DPR, maupun masyarakat sipil.

Bahkan, tambahnya, sebelum RUU TPKS disahkan menjadi UU dia mengaku terus diingatkan oleh masyarakat sipil terkait beberapa perbaikan yang dinilai sangat vital.

Salah satunya ialah saran dari kelompok difabel yang meminta agar daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TPKS Pemerintah dicoret dan dikembalikan pada DIM DPR supaya tidak ada diskriminasi.

Ketika menyangkut masalah kebutuhan teman-teman difabel, katanya, mereka lebih mengetahui dan memahami masalah. Sehingga, pada akhirnya DIM dari Pemerintah dicoret dan mengacu pada DIM DPR.

"Artinya, tidak ada diskriminasi antara keterangan saksi penyandang disabilitas atau bukan disabilitas," ujarnya.

Baca juga: Menteri PPPA segera susun peraturan pelaksana pascapengesahan RUU TPKS

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022