"Selama pemeriksaan di Polda, saya tidak pernah mengalami penganiayaan. Bahkan suara keras atau bentakan pun tidak ada. Petugas memperlakukan saya dengan baik," ujar Abu Sayaf, yang didampingi penasehat hukumnya, Syaeful Anam, SH.
Semarang (ANTARA News) - Joko Wibowo alias Abu Sayaf (25), salah satu tersangka kasus terorisme, membantah kabar yang menyebutkan dirinya disiksa selama menjalani pemeriksaan di Polda Jateng, bahkan sebaliknya ia mengatakan dirinya justeru diperlakukan secara baik oleh penyidik. Keterangan yang diperoleh dari Polda Jateng, Jumat, menyebutkan, Abu Sayaf dalam penjelasannya kepada penyidik, Kamis, menyatakan selama dirinya diperiksa di Mapolda Jateng ia tidak pernah disiksa oleh aparat kepolisian. Selain kepada penyidik, Abu Sayaf kepada pers juga menjelaskan dirinya tidak pernah disiksa, dan penjelasan ini disampaikan menyusul munculnya pemberitaan di berbagai media beberapa hari terakhir, yang menyebutkan terjadinya kekerasan fisik terhadap Abu Sayaf. Wawancara dengan tersangka teroris itu merupakan yang pertama sejak penangkapan sejumlah orang yang disangka sebagai kaki tangan Noordin M Top di Jawa Tengah sejak bulan November 2005 hingga Januari 2006. Selama ini, pihak kepolisian tidak pernah memberikan kesempatan serupa. Jangankan untuk mengambil gambar dan melakukan wawancara, akses informasi dari polisi pun amat dibatasi. Pengakuan Abu Sayaf itu berbeda dengan pernyataan yang dilontarkan oleh anggota Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Lajnah Perwakilan Daerah (LPD) Surakarta. Usai membesuk tersangka Jumat (10/2), sejumlah anggota MMI mengungkapkan terjadinya penyiksaan yang diduga dilakukan anggota Densus 88 terhadap Abu Sayaf. "Selama pemeriksaan di Polda, saya tidak pernah mengalami penganiayaan. Bahkan suara keras atau bentakan pun tidak ada. Petugas memperlakukan saya dengan baik," ujar Abu Sayaf, yang didampingi penasehat hukumnya, Syaeful Anam, SH. Lelaki asal Kampung Grumbulrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar itu meminta semua pihak agar tidak memperpanjang dan membesar-besarkan permasalahan itu. Hal ini perlu agar penyidikan cepat selesai dan dirinya bisa berkonsentrasi menjalani pemeriksaan. Ia juga menyebutkan, pernyataannya itu bukan karena tekanan dari pihak mana pun. Namun demikian, Abu Sayaf mengaku dirinya memang pernah mengalami kekerasan, tapi bukan saat menjalani pemeriksaan di Mapolda. Penganiayaan dialaminya tak lama setelah ditangkap anggota Densus 88, Kamis (19/1). Tersangka menceritakan, setelah ditangkap sekitar pukul 06.00, ia dibawa ke sebuah tempat, tapi lokasinya tak bisa diketahui karena matanya terus ditutup. "Tempat itu seperti rumah besar. Jaraknya dari rumah saya sekitar 45 menit perjalanan," paparnya. Di "rumah besar" itulah Abu Sayaf mengaku dipukul di perut, dijepit kukunya, dan disetrum dengan aliran listrik ringan. "Mungkin saat itu ada anggota Densus yang agak kesal dengan jawaban-jawaban yang saya sampaikan. Saya anggap (tindakan) itu wajar," ucapnya. Beberapa kuku Abu Sayaf hingga kemarin memang masih tampak menghitam di bagian tengah. Meski demikian secara umum dia terlihat sehat dan tidak stres seperti yang pernah dikabarkan sebelumnya. Dalam kesempatan yang sama, Abu Sayaf membantah tuduhan polisi soal keterkaitannya dengan Noordin M Top. Demikian pula soal tuduhan sebagai pencari dana untuk kegiatan terorisme, sesuai pasal 13 huruf a UU 15 Tahun 2003 yang disangkakan kepadanya. "Saya bukan anak buah Noordin M Top. Lihat orangnya saja belum pernah. Saya juga tidak pernah mendanai kegiatan terorisme,"tegasnya. Meski demikian lulusan sebuah MTS Negeri di Karanganyar itu mengaku dirinya memang menyimpan sepucuk pistol revolver berikut puluhan peluru di rumahnya. Senjata itu dia peroleh saat menjadi sukarelawan di Ambon tahun 2001. Karena kedapatan menyimpan pistol dan amunisi ilegal tersebut, Abu Sayaf juga dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006