Jakarta, (ANTARA News) - Sebuah LSM di bidang lingkungan hidup, Indonesian Center For Environmental Law (ICEL) menilai pemerintah tidak memiliki strategi yang jelas dalam penegakan hukum lingkungan karena pemerintah menerima dana 30 juta dolar AS dari PT Newmont Minahasa Raya (NMR) untuk biaya program pembangunan berkelanjutan dan pemantauan ilmiah lingkungan pasca-tambang di Sulawesi Utara. "Nilai materiil tersebut sangat jauh bila dibandingkan dengan nilai gugatan perdata yang telah diajukan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup yang berjumlah 124 juta dolar . Padahal besaran gugatan telah sesuai dengan kerugian lingkungan yang ditimbulkan," kata Direktur Eksekutif ICEL, Indro Sugianto di Jakarta, Jumat (17/2). Indro menilai keputusan Kementerian Negara Lingkungan Hidup menerima "kompensasi" dari PT NMR sebagai konsekuensi perjanjian yang ditandatangani pada Kamis (16/2) di Jakarta merupakan langkah "prematur" sebelum memperoleh putusan hukum yang berkekuatan tetap. "Belum hilang derita korban di Teluk Buyat atas pencemaran yang dilakukan PT NMR, kini justru ditambah dengan `mimpi buruk` dalam penegakan hukum lingkungan yang hampir 10 tahun sejak 1996 diperjuangkan masyarakat terutama korban pencemaran Teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara," katanya. Lebih lanjut Lembaga Pengembangan Hukum dan Lingkungan Indonesia ini menilai perjanjian tersebut merupakan "tameng" bagi perusahaan itu dengan menyatakan program dari perjanjian diharapkan dapat mendukung kajian ilimiah dan pemantauan yang menunjukkan tidak adanya dampak lingkungan dan masalah kesehatan di Buyat. "Bukankah penelitian yang resmi oleh tim independen yang dibentuk pemerintah justru menyatakan sebaliknya. Kalau seperti itu perjanjian yang ada hanya untuk menghapus jejak kejahatan yang telah dilakukannya," katanya. Karena itu ICEL yang merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang pengembangan hukum lingkungan merasa prihatin atas tindakan pemerintah yang terlihat tidak memperhatikan upaya penegakan hukum lingkungan dan hak-hak masyarakat korban di Teluk Buyat. "Kami juga menilai perjanjian itu lebih tepat dikatakan sebagai mekanisme sukarela dalam konteks penegakan hukum adminstrasi dan seharusnya perjanjian itu tidak terkait dengan proses gugatan hukum perdata yang sedang dilakukan pemerintah," katanya. PT Newmont Minahasa Raya (NMR) berjanji mengucurkan dana 30 juta dolar selama 10 tahun untuk membiayai program pembangunan berkelanjutan dan pemantauan ilmiah lingkungan pasca-tambang di Sulawesi Utara. Hal tersebut merupakan point penting `good will agreement` yang ditandatangani oleh Menko Kesra Aburizal Bakrie yang mewakili Pemerintah RI dan Wakil Presiden Newmont untuk operasi di Autralia dan Indonesia, Robert Gallagher di Jakarta, Kamis (16/2). Perjanjian itu dilengkapi dengan pernyataan Corporate Guarantee oleh Newmont Mining Corporation (NMC) yang ditandatangani oleh Senior Vice President Operation NMC, Tom Enos. Hadir pula pada penandatanganan `good will agreement` itu adalah Menteri Negara LH Rachmat Witoelar, Gubernur Sulut Sinyo Sarundajang serta bupati Minahasa, Minahasa Selatan dan bupati Bolaang Mongondow. Dalam 10 hari setelah penandatanganan perjanjian tersebut, PT NMR akan mentransfer ke `escrow account` sejumlah 12 juta dolar sebagai dana awal. Kucuran dana itu dilakukan setelah permohonan banding terhadap Putusan Pengadilan Negeri tentang pengoperasioan tambang Mesel di Minahasa Selatan dicabut oleh Pemerintah RI dan setelah yayasan atau badan hukum yang terdiri atas pemerintah, perusahaan (NMR) serta masyarakat yang akan mengurusi dana itu sudah terbentuk. Selanjutnya mulai tahun kelima hingga tahun ke-10 , PT NMR akan mentransfer sejumlah yang tiga juta dolar per tahun ke rekening yayasan atau badan hukum yang ditunjuk itu, Dengan demikian keseluruhan dana dariNMR ke yayasan dan badan hukum itu mencapai 30 juta dolar AS.(*)

Copyright © ANTARA 2006