Momennya tidak tepat. Beban masyarakat sedang tinggi-tingginya. Pendapatan masyarakat juga tidak mengalami kenaikan. Apalagi ini masyarakat baru selesai melewati masa COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Rencana pemerintah yang akan kembali melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan solar dinilai pengamat BUMN Herry Gunawan bukan momen yang tepat di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok menjelang Idul fitri.

"Momennya tidak tepat. Beban masyarakat sedang tinggi-tingginya. Pendapatan masyarakat juga tidak mengalami kenaikan. Apalagi ini masyarakat baru selesai melewati masa COVID-19," ujarnya di Jakarta, Jumat.

Di sisi lain, lanjutnya, bisa dipahami bahwa beban yang harus ditanggung pemerintah untuk subsidi BBM cukup besar. Terlebih di tengah kenaikan harga minyak dunia akibat konflik Rusia-Ukrania. Apalagi terjadi disparitas antara harga jual dengan harga keekonomian.

“Memang harga jual Pertalite saat ini masih terlalu jauh dibandingkan harga keekonomian. Tapi ini persoalan momentum,” ujar Herry Gunawan melalui keterangannya.

Seperti diketahui Pertalite dan Biosolar merupakan produk subsidi. Jadi kewenangan penentuan harga adalah pada pemerintah, bukan Pertamina.

Baca juga: Pengamat: Kenaikan BBM hingga listrik akan memperberat beban rakyat

Selama ini, lanjut Herry, subsidi pemerintah ke Pertalite dan solar cukup besar, namun demikian harus juga dipikirkan kondisi psikologis masyarakat.

"Jadi, bukan hanya persoalan rasionalitas. Karena jika berpikir persoalan rasionalitas tentang kenaikan harga, makanya bisa dilakukan melalui Pertamax nonsubsidi. Dan kenaikan tersebut sudah dilakukan," katanya.

Belum lagi, menurut dia, kondisi saat ini masih ditambah dengan kenaikan harga komoditas sandang dan pangan menjelang lebaran akibatnya, masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih besar.

Dengan demikian, tambahnya, pemerintah memang seharusnya meredam rencana kenaikan Pertalite dan solar dulu. Jika nanti habis Lebaran kondisinya sudah membaik dan lebih stabil, di situlah momentumnya.

“Kontribusi pengeluaran dari konsumsi rumah tangga sekitar 58 persen. Kalau konsumsi rumah tangganya ditekan dengan berbagai kenaikan ini bisa berdampak terhadap daya beli masyarakat,” ujar Herry.

Baca juga: Peneliti BRIN: Konsumsi BBM terus naik, kendalikan subsidi energi

Pewarta: Subagyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022