New York (ANTARA News/AFP) - Harga minyak mentah jatuh pada Selasa waktu setempat (Rabu pagi WIB), karena seruan mengejutkan Yunani untuk referendum mengenai rencana "bailout" terbaru Uni Eropa membuat ketidakpastian atas upaya untuk menyelesaikan krisis utang zona euro.

Kontrak minyak utama New York, minyak mentah light sweet untuk pengiriman Desember, ditutup pada 92,19 dolar AS per barel, turun 1,00 dolar AS dari tingkat penutupan Senin.

Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Desember merosot dua sen menjadi menetap di 109,54 dolar AS per barel.

Perdana Menteri Yunani George Papandreou pada Senin secara tak terduga mengumumkan sebuah pemungutan suara kepercayaan dan referendum nasional tentang kesepakatan utang Uni Eropa pada Kamis lalu, mengambil spekulasi politik dalam upaya untuk membungkam penentangan terhadap kebijakannya, lapor AFP.

Berita itu mengirim pasar keuangan dalam kekacauan, karena para dealer cemas atas momok revisi "default" (gagal bayar) Yunani yang bisa melemahkan ekonomi global dan pada gilirannya mengurangi permintaan minyak.

"Kami punya tekanan lagi dari Eropa," kata Bart Melek dari TD Securities.

Pengumuman referendum Yunani "tidak membantu selera risiko -- dan minyak serta komoditas lainnya terpukul ke pelemahan."

Acuan kontrak berjangka New York, yang telah tenggelam di bawah 90 dolar AS, berhasil mengembalikan kerugiannya pada akhir perdagangan karena "kami mendengar bahwa referendum tidak mungkin terjadi, jadi kami melihat sebuah rally selera risiko," kata Melek.

Di Teheran, Ketua OPEC Abdullah El-Badri, Selasa, mengatakan bahwa harga saat ini sekitar 100 dolar AS untuk satu barel minyak adalah "memuaskan," sehingga Iran menyerukan kuota produksi OPEC untuk tetap stabil.

"Harga saat ini (untuk minyak) adalah harga yang bagus," kata Menteri Perminyakan Iran, Rostam Qasemi.

Sementara itu, National Oil Corporation Libya, Selasa mengatakan, bahwa produksinya telah mencapai 530.000 barel per hari, melebihi harapan untuk tingkat pemulihan industri vital negara yang dilanda perang itu.
 
"Masalah utama (dalam mencapai tingkat ini) adalah pipa Sharara diblokir. Tapi mereka sudah sangat cepat untuk memperbaiki ini," seorang pejabat senior di NOC, perusahaan milik negara, kepada AFP, yang berbicara pada kondisi anonimitas. (A026)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011