PBB, New York (ANTARA News) - Para pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Rabu bereaksi terhadap tekanan Amerika Serikat dan Israel, menyusul pengakuan yang diberikan UNESCO kepada Palestina awal pekan ini.

Kepala UNESCO, Irina Bokova, pada Rabu menyesalkan keputusan AS yang menghentikan bantuan bagi UNESCO --tak lama setelah Badan PBB itu mengakui Palestina sebagai anggota penuh badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan itu.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Victoria Nuland, pada Senin (31/10) mengumumkan bahwa Pemerintah AS telah memberhentikan bantuannya bagi UNESCO.

Penghentian itu berarti UNESCO kehilangan 22 persen dari pemasukan dana.

Dengan penghentian tersebut, Washington tidak akan menyalurkan dana sebesar 60 juta dolar yang sebelumnya telah direncanakan akan ditransfer pada November ini.

"Saya mengimbau pemerintah, Kongres dan rakyat Amerika untuk menemukan jalan dan meneruskan dukungannya bagi UNESCO di tengah masa-masa sulit ini," kata Bokova.

Ia mengingatkan bahwa penurunan jumlah dana di UNESCO akan berdampak terhadap kemampuan badan dunia itu untuk menjalankan program di bidang pendidikan maupun dalam mendukung tumbuhnya demokrasi di berbagai negara serta upaya memerangi ekstrimisme.

"UNESCO berharap Amerika Serikat akan tetap menjaga keanggotaannya dan menangani masalah pendanaan.... Jika tidak, kami tidak akan dapat mempertahankan kemampuan menjalankan kegiatan," kata Bokova.

Pengakuan bagi Palestina sebagai anggota penuh UNESCO diberikan setelah 107 negara anggota pada pemungutan suara di Konferensi Umum UNESCO awal pekan ini memberikan suara dukungan mereka.

Dalam sidang tersebut AS dan 13 negara lain menyatakan menolak keanggotaan Palestina sementara 52 negara lainnya menyatakan abstain.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyatakan prihatin atas reaksi Israel terhadap keputusan Konferensi Umum UNESCO yang mengakui keanggotaan Palestina.

Sebagai balasan atas keputusan UNESCO yang memberikan keanggotaan penuh pada Palestina, Israel berencana akan membangun sekitar 2.000 rumah di permukiman baru di wilayah Palestina yang mereka duduki, Yerusalem Timur, dan Tepi Barat.

Selain itu, Israel juga akan menangguhkan transfer pendapatan bagi Otoritas Palestina.

Melalui pernyataan yang dikeluarkan juru bicaranya, Rabu, Ban mengingatkan Israel bahwa pembangunan permukiman berseberangan dengan hukum internasional dan Peta Jalan Perdamaian Israel-Palestina serta merugikan perundingan status akhir kedua belah pihak

"Sekretaris Jenderal (PBB) mengimbau Pemerintah Israel untuk membekukan kegiatan pembangunan permukiman serta tetap melakukan transfer pendapatan VAT (pajak pertambahan nilai) dan bea-cukai yang menjadi hak Otoritas Palestina...," kata Ban dalam pernyataannya.

Sementara itu di Markas Besar PBB, New York, Presiden Dewan Keamanan PBB untuk November, Portugis, mengungkapkan bahwa Dewan beranggotakan 15 negara itu akan melakukan pertemuan tertutup pada Kamis (3/11) untuk membahas permintaan Palestina menjadi anggota penuh PBB.

Proposal Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB itu diserahkan secara resmi oleh Presiden Mahmud Abbas kepada Sekjen PBB Ban Ki-moon pada 23 September lalu.

Untuk menjadi anggota penuh PBB, Palestina memerlukan rekomendasi terlebih dahulu dari Dewan Keamanan sebelum Majelis Umum PBB --yang saat ini beranggotakan 193 negara-- memberikan pengakuan bagi Palestina.

Rekomendasi hanya bisa disahkan jika Palestina mendapat suara dukungan dari setidaknya sembilan negara anggota Dewan Keamanan serta tidak ada `veto` (penolakan) dari lima anggota tetap Dewan yang memiliki hak veto, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia dan China.

Upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB itu kemungkinan besar akan terganjal di Dewan Keamanan karena AS secara terbuka telah menyatakan niatnya untuk menggunakan hak veto.
(T.K-TNY/M016)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011