Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut perhitungan keuntungan PT Merial Esa yang dilakukan Unit Forensik Akutansi Direktorat Deteksi Analisis Korupsi menjadi terobosan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara.

"Dalam perkara ini, ada beberapa point penting dalam pertimbangan majelis hakim yang sepenuhnya mengambil alih fakta-fakta hukum dari tuntutan tim jaksa KPK, di antaranya mengenai perhitungan keuntungan dari PT Merial Esa," kata Ali Fikri di Jakarta, Selasa.

Pada hari ini, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dipimpin hakim Surachmat menjatuhkan vonis kepada PT Merial Esa yaitu membayar denda sebesar Rp200 juta ditambah uang pengganti senilai Rp126,135 miliar dikurangi dengan uang yang disita karena terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan "monitoring satellite" dan "drone" di Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) tahun 2016.

"KPK mengapresiasi putusan majelis hakim yang telah memutus PT Merial Esa bersalah melakukan tindak pidana suap dalam proyek pengadaan di Bakamla tahun anggaran 2016," ungkap Ali.

Menurut Ali, tim jaksa KPK masih memanfaatkan waktu 7 hari masa pikir-pikir untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.

"Perhitungan keuntungan PT Merial Esa dalam pertimbangan hakim selaras dengan metode perhitungan Unit Forensik Akutansi Direktorat Deteksi Analisis Korupsi KPK. Hasil perhitungan keuntungan maupun kerugian keuangan negara oleh UKPK merupakan terobosan untuk capaian 'asset recovery' dari hasil tindak pidana korupsi agar lebih optimal," tambah Ali.

Baca juga: Korporasi PT Merial Esa divonis bayar uang pengganti Rp126,135 miliar

Baca juga: PT Merial Esa dituntut bayar uang pengganti Rp133,1 miliar


Duduk di kursi terdakwa mewakili PT Merial Esa adalah Fahmi Darmawansyah selaku Dikretur PT Merial Esa yang juga sudah divonis 2 tahun dan 8 bulan dalam perkara yang sama pada 2017 lalu.

PT Merial Esa dihukum membayar denda Rp200 juta ditambah uang pengganti sebesar Rp126,135 miliar dikurangi uang yang telah disita sebesar Rp92.974.837.246, Rp22,5 miliar dan 800 ribu dolar AS.

PT Merial Esa terbukti melakukan sebagaimana dakwaan pertama dari pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Namun, majelis hakim juga tidak menjatuhkan pidana tambahan kepada PT Merial Esa berupa penutupan seluruh perusahaan selama 1 tahun sebagaimana tuntutan JPU KPK.

"Karena begitu besar, kompleksnya permasalahan dari terdakwa terutama permasalahan penghidupan karyawan yang bekerja pada terdakwa, maka majelis hakim berpendapat bahwa penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak terdakwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban terdakwa sebagai korporasi sedemikian rupa dianggap terlalu memberatkan terdakwa, oleh karena itu majelis hakim dalam memberikan putusan mengenai hal ini dipandang sudah memenuhi rasa keadilan sebagaimana dalam amar putusan," ungkap hakim.

Baca juga: PT Merial Esa didakwa suap anggota DPR dan pejabat Bakamla

Dalam perkara ini, PT Merial Esa terbukti memberikan suap kepada sejumlah pihak untuk mendapat proyek "monitoring satellite" dan "drone" tahun anggaran 2016 yaitu Fayakhun Andriadi, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi, Eko Susilo Hadi, Bakamla Bambang Udoyo, Nofel Hasan, Tri Nanda Wicaksono.

Berdasarkan perhitungan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK yang tertuang dalam LHA-AF 04/DNA/12/2021, tertanggal 22 Desember 2021 Tentang Laporan Hasil Perhitungan Harta Benda PT Merial Esa yang diperoleh dari oengadaan "monitoring satelitte" Bakamla tahun Anggaran 2016, PT Merial Esa memperoleh harta benda dari keuntungan proyek tersebut sebesar Rp133.104.444.139.

Atas putusan tersebut terdakwa PT Merial Esa yang diwakili oleh Fahmi Darmawansyah langsung menyatakan banding.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022