Korupsi adalah bentuk penjarahan keuangan negara. Keuangan negara pada hakikatnya adalah anugerah Allah SWT dan menjadi hak rakyat,"
Yogyakarta (ANTARA News) - Umat Islam adalah pembentuk dan penentu sejarah masa depan Indonesia yang berkeadilan sosial dan bebas korupsi, kata Ketua Komisi Pemberantaasan Korupsi Busyro Muqoddas.

"Korupsi adalah bentuk penjarahan keuangan negara. Keuangan negara pada hakikatnya adalah anugerah Allah SWT dan menjadi hak rakyat," katanya dalam kotbah salat Idul Adha 1432 Hijriyah di Alun-alun Utara Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, umat Islam bukan merupakan umat yang terus menerus dikendalikan dan ditentukan nasibnya oleh pihak lain termasuk sebagian penguasa yang melanggar dan mengkhianati amanah, penipu, dan penjarah harta rakyat.

"Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bahwa pejabat dan penguasa yang baik dan benar adalah yang memiliki sifat jujur, cerdas, dapat dipercaya, dan berani mengemukakan kebenaran, bukan pejabat yang mengidap krisis akhlak dan tuna-kepemimpinan," katanya.

Ia mengatakan, pejabat negara dan pemerintah bukan alat dan ATM bagi partai politik, keluarga, dan kroninya, melainkan pengemban dan pelayan pemenuhan hak-hak rakyat.

"Kita prihatin dengan kemiskinan yang semakin masif di negeri kaya raya sumber daya alam ini akibat korupsi yang sudah bersifat sistemik, menggurita, dan struktural. Korupsi pasti berakibat pemiskinan massal di pihak rakyat," katanya.

Menurut dia, korupsi dilakukan oleh sebagian orang yang sedang diberi amanat di DPR/DPRD, pemerintah pusat/daerah, penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim), dan sebagian pegawai negeri sipil.

Korupsi sebagai tindakan kumuh secara moral sekaligus kejahatan kemanusiaan itu juga dilakukan oleh swasta, yakni sekelompok pengusaha yang menjalankan roda bisnisnya dengan cara menyuap pejabat pemerintah, pejabat negara, dan penegak hukum.

"Sasaran korupsi bukan saja terhadap APBN dan APBD, tetapi juga sektor penerimaan negara dari pajak, minyak, gas, dan batu bara. Bahkan yang menyedihkan, agama pun diorukspi arti dan fungsinya sebagai pembenaran tindakan politik yang korup," katanya.
(B015*H010)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011