Debit air Sungai Kapuas saat penelitian pada Maret 2015 terlihat masih tinggi. Kondisinya berubah drastis sekitar November yang menunjukkan pendangkalan sungai akibat kekeringan.
Pontianak (ANTARA) - Guru Besar Teknik Sipil Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak Prof Henny Herawati berpendapat pendangkalan atau kekeringan di aliran Sungai Kapuas menjadi indikasi rusaknya lingkungan di Provinsi Kalimantan Barat.

"Hal ini dikarenakan adanya alih fungsi lahan mengurangi secara signifikan daerah resapan limpasan air hujan," kata Henny di Pontianak, Selasa.

Menurut Henny, tanda-tanda perubahan iklim di Kalimantan Barat dapat dilihat melalui perubahan aliran sungai. Pada penelitian yang dilakukan di Sanggau, tahun 2015 ditemukan bahwa terjadi perubahan signifikan pada daerah aliran Sungai Kapuas.

Debit air Sungai Kapuas saat penelitian pada Maret 2015 terlihat masih tinggi. Kondisinya berubah drastis sekitar November yang menunjukkan pendangkalan sungai akibat kekeringan.

"Salah satu tanda perubahan iklim ditandai dengan perubahan aliran sungai. Septermber 2015 kita bisa jalan kaki (di Sungai Kapuas). Bahkan bisa dibuat masyarakat setempat sebagai lomba motor dan rekreasi," tuturnya.

Hal itu menunjukkan perubahan besar pada kondisi hutan di aliran Sungai Kapuas. Jumlah vegetasi berkurang sehingga limpasan air hujan langsung terbuang ke sungai.

Hal itu ditandai dengan debit air yang tinggi di hulu Sungai Kapuas dan berkurang drastis di daerah hilir.

"Kondisi debit air ini tidak bisa kita pungkiri terjadi deforestrasi yang menyebabkan limpasan air menjadi tidak terkendali. Akibatnya terjadi perubahan di daerah aliran Sungai Kapuas," katanya.

Sementara itu, Direktur Yayasan Natural Kapital Indonesia, Haryono mengatakan tanda perubahan iklim yang paling terlihat di Pontianak adalah terjadinya banjir rob.

"Banyak pihak tidak percaya perubahan iklim karena jangkauan melewati jangkauan umur kita. Jadi merasa hal itu fenomena alam yang memang sudah seharusnya terjadi," tuturnya.

Padahal kata Haryono, anomali suhu di Indonesia sudah terjadi sejak penelitian terakhir tahun 1981. Hampir seluruh wilayah di Indonesia mengalami kenaikan suhu.

"Perubahan iklim itu 90 persen penyebabnya karena aktivitas manusia. Anomali suhu 1981 sampai 2021, hampir rata semuanya sudah naik suhu dibanding 1981 dan perubahan iklim sudah terjadi," katanya.

Sayang kata Haryono, bancana akibat perubahan iklim hanya direspon melalui penanganan bencana. "Belum ada langkah konkrit pemerintah untuk melakukan mitigasi bencana terkait perubahan iklim.
Baca juga: USAID laksanakan proyek penataan lingkungan di Kalbar
Baca juga: DPRD Sambas segera selidiki pencemaran Sungai Sejangkung
Baca juga: Gubernur Kalbar pastikan rencana pembangunan PLTN aman bagi lingkungan

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022