"Jadi penggunaan hak pilih TNI harus benar-benar dilakukan secara hati-hati. Harus dimantapkan dulu kode etiknya, dan disosialisasikan secara benar hingga terwujud pendewasaan politik berdasar pendekatan yang komprehensif," tutur Muladi.
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Prof DR Muladi SH, mengemukakan bahwa penggunaan hak pilih TNI sebaiknya tidak dilakukan tergesa-gesa guna memjamin pelaksanaan demokratisasi. "Jangan terlalu tergesa-gesa, TNI perlu menuntaskan terlebih dulu reformasi internalnya," katanya, usai membuka Kursus Singkat Angkatan (KSA) XIV Lemhannas, di Jakarta, Selasa (21/2). Muladi mengatakan, penggunaan hak pilih bagi prajurit TNI merupakan hak asasi prajurit sebagai warga negara, yang harus diberikan dan dilaksanakan sebaik-baiknya. Ia menjelaskan, penggunaan hak pilih bagi TNI mau tidak mau tidak dapat dilepaskan dari trauma masa lalu, dimana TNI sempat terlibat politik praktis. "Karena itu, sebelum hak pilih itu digunakan perlu ada pendewasaan politik, baik internal TNI maupun komponen di luar TNI. Jika TNI tidak dapat menuntaskan reformasi internalnya, maka dikhawatirkan TNI akan dimanfaatkan lagi untuk kepentingan politik kelompok tertentu," ujar Muladi. Mungkin, tambah dia, masalah tersebut tidak begitu berpengaruh bagi para perwira tapi bagi prajurit berpangkat rendah, hal itu akan menimbulkan kontaminasi politik. "Jadi penggunaan hak pilih TNI harus benar-benar dilakukan secara hati-hati. Harus dimantapkan dulu kode etiknya, dan disosialisasikan secara benar hingga terwujud pendewasaan politik berdasar pendekatan yang komprehensif," tutur Muladi. Ketika ditanya pers mengenai kapan waktu yang tepat untuk TNI menggunakan hak pilihnya, ia berpendapat sebaiknya jangan tergesa-gesa. "Saya kira 2014 lebih kondusif. TNI harus mengalami kemantapan dulu dan profesional," demikian Muladi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006