Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Hak Masyarakat Hukum Adat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Saafroedin Bahar mengatakan, kebijakan-kebijakan pemerintah terutama menyangkut hak kepemilikan tanah atau wilayah masyarakat hukum adat selama ini merugikan hak asasi manusia (HAM) masyarakat hukum adat sebagai kelompok minoritas. "Pelanggaran HAM yang menimpa masyarakat hukum adat terjadi hampir di semua daerah di Indonesia, mulai dari aksi kekerasan hingga perampasan hak milik masyarakat," kata Saafroedin di Jakarta, Selasa. Dia mengatakan, kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Riau, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan sejumlah daerah pedalaman lainnya, merupakan akibat adanya kebijakan pemerintah yang tidak mampu memahami kondisi psikologis dan geografis masyarakat hukum adat. Dia mencontohkan, kasus pelanggaran HAM yang hingga sekarang masih sering terjadi bahkan semakin meningkat ialah mengenai larangan pemerintah terhadap masyarakat hukum adat untuk memasuki kawasan hutan lindung atau wilayah-wilayah lain yang masuk dilindungi pemerintah. "Mereka seringkali diusir bahkan dilarang keras untuk mengunjungi makam para leluhurnya atau tempat-tempat yang dianggap keramat karena penurut peraturan masuk dalam kawasan hutan lindung," ujarnya. Ia mengatakan, masalah kepemilikan masyarakat hukum adat atas tanah atau lingkungan tempat tinggal timbul karena terbentuknya lembaga-lembaga politik baru yang lebih berkuasa dan mengesampingkan masyarakat hukum adat, sehingga timbul klaim berganda terhadap kepemilikan masyarakat hukum adat. Lebih lanjut dia menyatakan, untuk tegak dan terlindunginya eksistensi dan hak konstitusional masyarakat hukum adat, termasuk hak kepemilikan atas tanah atau wilayah, amatlah mendesak untuk secara bertahap menyiapkan rangkaian peraturan daerah, sehingga pada suatu saat seluruh masyarakat hukum adat mempunyai "legal standing" (dasar hukum) yang kuat.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006