Banten, (ANTARA News) - Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menegaskan, Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) tetap akan terus berjuang di Pengadilan Negeri Manado untuk kasus pidana dugaan pencemaran di PT Newmont Minahasa Raya (NMR) karena laporan adanya pencemaran dari tim ahli KNLH sekalipun telah ada penandatanganan kesepakatan damai untuk perkara perdata. "Masalah perdata tidak ada hubungannya dengan pidana. Hasil tim investigasi kami menemukan adanya pencemaran di sana dan hal itu yang akan kami buktikan secara hukum," kata Rachmat kepada ANTARA di Banten, Selasa (21/2). Pada kesempatan itu Rachmat juga mengimbau agar semua pihak yang memiliki bukti-bukti adanya pencemaran di Teluk Buyat Sulawesi Utara untuk turut mendukung upaya KNLH. "Jangan justru meragukan upaya kami, tapi dukunglah kami dengan bukti-bukti yang dimiliki," katanya. (T-G003/B/E001) Sementara itu pada sidang pidana pencemaran dengan terdakwa Presiden Direktur, Richard Ness di Pengadilan Negeri Manado, Jumat (17/2), keterangan saksi ahli dari KNLH dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberatkan PT NMR. Saksi ahli, Asisten Deputi Urusan Pengawasan dan Lingkungan Hidup KLH, Ir Sulistiowati,MM, dihadapan Majelis Hakim mengatakan, bahwa limbah tailing PT NMR di laut Buyat dan Totok tergolong limbah berbahaya (B3) karena masih mengandung arsen dan merkuri. Sedangkan Staf Ahli Pusat Oceanografi LIPI, Dr Abdul Gani Ilahude MMA, APU, mengatakan, termoklin yang merupakan lapisan dimana tidak banyak kehidupan biota laut, pada kedalaman laut 100-350 meter, sementara di selat Buyat dan Totok kedalamnya maksimum hanya 82 meter. "Limbah meski sudah diolah tetapi tetap mengandung parameter yang ada di lampiran 3 PP Nomor 85 Tahun 1999, maka tergolong limbah B3,"kata Sulistiowati, dalam sidang dipimpin Ridwan Damanik SH dengan anggota majelis hakim, Agus Budiarto SH, Corry Sahusilawane SH, LH Sibarani SH, Lenny Wati SH. Dalam PP tersebut terdapat 400 parameter dan salah satu saja parameter itu ada, maka limbah tersebut termasuk B3, sementara limbah PT NMR yang disampaikan ke KLH masih mengandung arsen dan merkuri, lanjut Sulistiowati. Bila kedalaman laut masih di bawah 100 meter, maka sinar matahari masih dapat tembus ke bawah, dengan demikian tergolong mixlayer dimana hidup semua biota laut, sehingga tidak boleh ada limbah apapun, kata Abdul Gani menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum Robert Ilat SH, didampingi, M Umadji,SH, Purwanto SH, Reinhard Tololiu SH. Sedangkan, Richard Ness melalui penasehat hukum PT NMR, Luhut Pangaribuan SH, mengatakan, PT NMR telah lakukan lebih dari 60 uji Toxicology Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan uji toksisitas, dengan hasil, tailing perusahaan pertambangan tersebut jauh dibawah baku mutu sehingga berdasarkan PP 85/1999 dikategorikan bukan limbah B3. Sementara itu, poin penting "goodwill agreement" yang ditandatangani oleh pemerintah yang diwakili Menko Kesra Aburizal Bakrie dengan PT NMR menyebutkan, PT NMR akan mengucurkan dana sebesar 30 juta dolar AS selama sepuluh tahun untuk membiayai program pembangunan berkelanjutan dan pemantauan ilmiah lingkungan pasca-tambang di Sulawesi Utara. Kesepakatan tersebut, sempat memperoleh kecaman dari sejumlah LSM lingkungan karena dianggap sebagai bukti kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat. "Saya tidak bicara berapa jumlah dana yang akan dikucurkan, tapi yang terpenting adalah untuk kebaikan dan kepentingan masyarakat di sana," kata Meneg LH.(*)

Copyright © ANTARA 2006