Lockdown di China tetap menjadi perhatian utama dan pendorong utama yang berlawanan (untuk menaikkan harga)
Hong Kong (ANTARA) - Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Kamis sore, di tengah kehati-hatian tentang berkurangnya permintaan bahan bakar di China, importir minyak terbesar dunia, karena dampak ekonomi dari pembatasan COVID-19.

Harga minyak mentah berjangka Brent merosot 62 sen atau 0,59 persen, menjadi diperdagangkan di 104,70 dolar AS per barel pada pukul 07.12 GMT. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tergelincir 48 sen atau 0,47 persen, menjadi diperdagangkan di 101,54 dolar AS per barel.

Kedua kontrak acuan telah menetap lebih dari 30 sen lebih tinggi pada Rabu (27/4/2022) di tengah kekhawatiran tentang ketatnya pasokan minyak di seluruh dunia dan penarikan lain dalam stok produk sulingan dan bensin AS.

Badan Informasi Energi AS mengatakan stok minyak mentahnya naik hanya 692.000 barel pekan lalu, jauh dari ekspektasi, tetapi persediaan produk sulingan, yang meliputi solar dan bahan bakar jet, turun ke level terendah sejak Mei 2008.

Di China, Beijing menutup beberapa ruang publik dan meningkatkan pemeriksaan COVID-19 di tempat lain pada Kamis, ketika sebagian besar dari 22 juta penduduk kota itu memulai lebih banyak pengujian massal yang bertujuan untuk mencegah penguncian seperti Shanghai, yang telah mengganggu pabrik dan rantai pasokan meningkatkan kekhawatiran tentang prospek pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

"Lockdown di China tetap menjadi perhatian utama dan pendorong utama yang berlawanan (untuk menaikkan harga)," kata Managing Partner SPI Asset Management, Stephen Innes, dalam sebuah catatan.

Baca juga: Harga minyak berbalik naik setelah anjlok, pasar pantau ekonomi China

Terlepas dari kekhawatiran permintaan minyak tentang China, kilang minyak terbesar di Asia, Sinopec Corp memperkirakan permintaan negara itu untuk produk minyak sulingan pulih pada kuartal kedua karena wabah COVID-19 secara bertahap dikendalikan.

Para analis juga mengatakan bahwa perlambatan pertumbuhan global karena harga-harga komoditas yang lebih tinggi dan eskalasi konflik Rusia-Ukraina dapat semakin memperburuk kekhawatiran pada permintaan minyak.

Investor berusaha menyeimbangkan kekhawatiran pasokan dan permintaan atas gangguan minyak dan gas Rusia, dan prospek ekonomi global yang memburuk, kata Direktur Konsultan Energi Kedia Advisory, Ajay Kedia.

Ekonomi global akan berkembang lebih lambat dari yang diperkirakan tiga bulan lalu, menurut jajak pendapat Reuters terhadap lebih dari 500 ekonom.

Perkiraan median untuk pertumbuhan global yang dikumpulkan dalam jajak pendapat Reuters bulan ini di lebih dari 45 negara dipangkas menjadi 3,5 persen tahun ini dan 3,4 persen untuk 2023 dari 4,3 persen dan 3,6 persen dalam jajak pendapat Januari.

Itu dibandingkan dengan prediksi Dana Moneter Internasional (IMF) untuk pertumbuhan 3,6 persen di kedua tahun tersebut.

Sementara itu di Jepang, pembeli minyak mentah utama lainnya, bank sentral pada Kamis mempertahankan program stimulus besar-besaran dan janji untuk mempertahankan suku bunga sangat rendah, untuk mendukung ekonomi yang rapuh bahkan ketika kenaikan tajam dalam biaya bahan baku mendorong inflasi.

Baca juga: Harga minyak perpanjang kenaikan di Asia setelah berita stimulus China

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022