Mempawah, (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Pontianak, bersama-sama Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kalimantan Barat, sedang menyiapkan menjadikan Kecamatan Batu Ampar sebagai Indonesian Mangrove Center. "Keinginan itu sudah kami usulkan melalui surat bupati kepada tiga menteri terkait, yakni Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Kehutanan dan Menteri Perikanan dan Kelautan," Kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Pontianak, Marius Marcellius, SH, MM, di Mempawah, Selasa petang (21/2). Ia mengatakan, potensi mangrove di Batu Ampar cukup tinggi, namun keputusan untuk merealisasikan keinginan itu tergantung kepada pemerintah pusat. Sementara itu, Kepala Bapedal Kalbar, Ir Tri Budiarto, mengatakan potensi mangrove di Batu Ampar mencapai 16 ribu sampai dengan 17 ribu hektare. Jumlah tersebut sangat besar bila dibandingkan keberadaan mangrove di sejumlah daerah yang ada di Indonesia. Tanaman mangrove yang terdiri dari Siapi-api dan bakau (Rizhopora), tumbuh secara alami maupun sengaja ditanam baik oleh masyarakat Batu Ampar maupun oleh perusahaan hutan tanaman industri. Masyarakat setempat juga memanfaatkan mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, namun masih dalam jumlah terbatas. Karena itu, alasan untuk menjadi kawasan mangrove di Batu Ampar sebagai pusat mangrove di Indonesia, merupakan suatu keniscayaan. Sejumlah upaya telah dilakukan baik oleh Pemerintah Kabupaten Pontianak maupun Bapedalda Kalbar guna mewujudkan IMC tersebut. Menurut Marcellius, di antara upaya yang sudah dilakukan, yakni membangun kawasan mangrove dengan konsep multi "use", yakni sebagai tempat wisata, penelitian, pengkajian, konservasi, dan perikanan. Ia menambahkan, di Batu Ampar, 1,5 jam dari dermaga sungai Rasau Jaya, terdapat satu jenis spesies mangrove, Candelia yang di daerah lain tidak ditemukan dan termasuk spesies langka. Sementara masyarakat setempat, telah memanfaatkan mangrove sebagai bahan pembuat arang. Yayasan Mangrove juga melakukan pembinaan kepada masyarakat setempat untuk mengembangkan potensi tanaman air tersebut. Pemerintah Kabupaten Pontianak, menurut ia, berharap pemerintah provinsi mendorong agar pemerintah pusat dapat merealisasikan pembentukan IMC tersebut dan didukung dengan adanya penyiapan anggaran yang memadai. Ditambahkan, Tri Budiarto, bahwa pengembangan tanaman mangrove, selain untuk konservasi dan penelitian, namun juga untuk dimanfaatkan oleh masyarakat namun dengan didukung upaya rehabilitasi. Pengelolaan mangrove harus terencana dengan baik, karena tanaman ini juga menjadi komoditi yang diminati pihak luar negeri, terutama setelah menjadi arang dan cuka arang. "Karena di luar negeri, arang dan cuka arang digunakan sebagai bahan pembuatan obat," katanya. Kayu bakau, menurut ia, juga termasuk jenis kayu kelas I yang banyak diminati pengusaha. Tri mengatakan, di Batu Ampar, selain belasan ribu hektare mangrove yang tumbuh secara alami, terdapat pula tanaman yang dikelola oleh PT Inhutani seluas 600 hektare.(*)

Copyright © ANTARA 2006