Banten, (ANTARA News) - Kementerian Negara Lingkungan Hidup menindaklanjuti penanganan kasus PT Freeport Indonesia (PT FI) dengan menurunkan 21 petugas untuk melakukan pemantauan pengelolaan lingkungan secara rutin di wilayah kerja PT FI sejak 10-22 Februari 2006. "Laporan tentang adanya dugaan pencemaran kami tanggapi dengan serius, Kementerian LH bahkan telah turunkan 21 orang untuk menyelidiki permasalahan proper di Freeport," kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar di Banten, Selasa (21/2). Proper atau Program Produksi Bersih adalah salah satu program pemantauan Kementerian Negara Lingkungan Hidup agar kegiatan industri tetap ramah lingkungan untuk terus memantau agar kegiatan industri Sementara itu pada kesempatan sebelumnya, Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Negara LH Sudarijono, saat ditanya mengenai sejumlah dugaan kasus lingkungan di PTFI mengungkapkan bahwa pemantauan lingkungan yang dilakukan meliputi pemantauan terhadap pengendalian pencemaran air, udara, limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun) dan pengelolaan limbah B3. "Termasuk pula dalam kegiatan itu adalah pemantauan pengelolaan lingkungan PLTU Puncak Jaya Power yang selama ini memasok kebutuhan listrik PT FI," katanya. Hasil pemantauan itu, kata dia, diharapkan dapat menentukan persentase limbah tambang (tailing) yang harus diendapkan dalam daerah pengendapan Ajkwa, titik-titik penataan khususnya titik pemantauan terhadap butiran halus tailing yang diperbolehkan masuk ke daerah Estuary dan parameter-parameter yang harus dipantau pada masing-masing titik pemantauan. Pada 2006 Kementerian Negara LH juga menetapkan bahwa PTFI termasuk perusahaan pertambangan yang akan dinilai kinerjanya melalui Proper. Proper adalah standar penilaian suatu perusahaan ramah lingkungan atau tidak, yang dibedakan dalam empat kriteria yaitu hitam, merah, biru dan hijau. "Melalui penilaian ini, akan dapat diperoleh kejelasan mengenai ketaatan perusahaan tersebut terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup," katanya. Sementara itu, hasil pemantauan Kementerian Negara LH pada 2004 menunjukkan konsentrasi logam terlarut seperti Merkuri, Arsen, Nikel, Kadmium, Timbal dan lain-lain masih berada di bawah baku mutu untuk kelas II sesuai PP 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sedangkan konsentrasi total suspended solid (TSS/bahan terlarut) mulai hulu ke hilir Sungai Ajkwa di atas baku mutu air untuk kelas II. Menurut data tersebut, konsentrasi logam berat dalam sedimen sungai juga relatif tinggi, namun Indonesia sampai saat ini belum mempunyai baku mutu konsentrasi logam berat di dalam sedimen. Tetapi, untuk kadar Arsen total dalam sejumlah ikan yang mempunyai habitat di laut bukan di sungai air tawar seperti Arius grafessel, Arius mastersi, Arius pectoralis, Arius nella, Arius orgyropleunon dan Arius leptasis jika dibandingkan dengan standar Ditjen POM yaitu sebesar 1 mikrogram/gram, berada di atas baku mutu. Berkaitan dengan ikan, Kementerian Negara LH memang telah melakukan pemantauan secara langsung terhadap kandungan logam berat di Estuari dan Laut Arafuru dekat muara pembuangan tailing. Namun, kata dia, tidak ada sampel ikan yang diambil dari Sungai Akjwa karena secara visual bentuk fisik Sungai Ajkwa sudah berupa daratan yang penuh lumpur sehingga tidak memungkinkan ikan yang layak konsumsi hidup di kawasan tersebut.(*)

Copyright © ANTARA 2006