Sumatera Selatan (ANTARA) - Tiga orang anggota Ditpolairud Polda Sumatera Selatan (Sumsel) sempat dibawa kabur pelaku tindak pidana kasus dugaan penyelundupan benih lobster yang mengendarai "kapal hantu".

Disebut "kapal hantu" karena dilengkapi empat mesin berkekuatan total 800 PK sehingga bisa menempuh perjalanan jauh dengan kecepatan tinggi hingga 100 kilometer/jam melintasi laut.

Direktur Ditpolairud Polda Sumsel Kombes Pol Widodo di Palembang, Minggu, mengatakan peristiwa itu terjadi ketika tiga anggotanya, yakni Kapten Kapal Ditpolairud Polda Sumsel Bripka Nandi J Wasiso, Bripka Nandi, dan Bripka Romi melakukan operasi penyergapan pelaku tersebut di perairan Sri Menanti, Tanjung Sereh, Kecamatan Banyuasin I, Kabupaten Banyuasin pada Jumat (29/4) malam.

Baca juga: Pelaku penyelundupan benih lobster Kapal Hantu ditangkap di Sumsel

“Tiga anggota saya itu melompat ke 'kapal hantu' yang dikendarai pelaku untuk menangkap mereka, kemudian pengemudi tancap gas kencang mau membawa kabur anggota saya,” kata dia.

Widodo menjelaskan ketiga anggotanya itu dikeroyok tujuh orang pelaku hingga mereka terduduk tidak berdaya ketika berada di dalam "kapal hantu" tersebut.

Bahkan, kata dia, para pelaku tersebut tidak mengindahkan tembakan peringatan yang dilepaskan anggotanya, namun justru salah satu pelaku mencoba menyerang menggunakan senjata tajam jenis parang.

Baca juga: "Kapal hantu" Indonesia hanyut di perairan Malaysia

“Mendapatkan penyerangan itu Kapten Kapal Ditpolairud Polda Sumsel Bripka Nandi terpaksa memberikan tindakan tegas terukur menggunakan senjata api, hingga dua pelaku dilumpuhkan pada bagian perut dan lutut,” kata dia,

Sementara itu, Bripka Nandi J Wasiso
Bripka Nandi Wasiso, salah satu anggota Ditpolairud Polda Sumsel yang sempat dibawa kabur pelaku penyelundupan benih benur lobster menggunakan Kapal Hantu menjelaskan peristiwa yang ia alami bersama dua rekannya yang lain, Minggu (1/5/2022) (ANTARA/M Riezko Bima Elko P/22)
menceritakan ketika berada di atas kapal tersebut ia bersama dua rekannya dipukuli sembari dibawa kabur para pelaku hingga sekitar kurang dari satu kilometer dengan kecepatan 40mil/jam.

“Malam itu sangat minim cahaya hanya ada penerangan senter, saya jatuh bangun dipukul dan ditendang hingga paha saya memar. Saya berikan tembakan peringatan namun tetap tidak digubris pelaku, hingga akhirnya saya terpaksa menembak mengenai dua pelaku, lalu saya berhasil mengambil alih kemudi 'kapal hantu' itu,” kata dia.

Setelah itu, lanjutnya, mereka berhasil menguasai kondisi dengan mengamankan enam dari tujuh orang pelaku tersebut kemudian membawanya ke Markas Komando (Mako) Polairud di Sei Lais, Kalidoni, Palembang, Jumat (29/4) dini hari.

Baca juga: Bea Cukai Kepri gagalkan penyelundupan benih lobster ke Singapura

“Enam dari tujuh pelaku tersebut berhasil diamankan karena satunya kabur melompat ke laut yang saat ini masih dalam pencarian. Dua yang terluka sudah mendapatkan penanganan medis, mereka saat ini semuanya di Mako Polairud untuk diperiksa lebih lanjut,” tandasnya.

Diketahui, Ditpolairud Polda Sumsel berhasil mengamankan barang bukti sebanyak 158.800 ribu ekor benih lobster jenis mutiara dan pasir berasal dari Lampung yang dikemas dalam 21 "box sterofoam" dari tangan pelaku.

Adapun enam orang pelaku tersebut berinisial Az (55), Ar (32), Y (44), R (29), Jef (55), dan A (28). Mereka warga Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Barang bukti yang bernilai sekitar Rp16 miliar lebih tersebut diduga akan diselundupkan oleh para pelaku ke Singapura maupun Vietnam melalui perairan laut Banyuasin-Batam.

Polisi menyakini para pelaku itu merupakan pengepul yang akan menyelundupkan barang bukti tersebut langsung ke tempat tujuan menggunakan "kapal hantu".

Saat ini para pelaku diamankan di Mako Ditpolairud beserta barang bukti benur lobster dan satu unit kapal fiber warna biru, empat mesin kapal Yamaha 200 PK, dan satu unit telepon satelit untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Akibat perbuatan tersebut, para pelaku disangkakan melanggar Pasal 88 Junto Pasal 16 ayat (1) atau Pasal 92 Juncto pasal 26 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan saksi pidana penjara maksimal delapan tahun dan denda Rp1,5 miliar.

Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022