Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI Marzuki Alie menilai, kekeliruan dokumen soal harta kekayaan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan adalah keteledoran dari Sekretariat KPK dan hal itu bisa diperbaiki.

"Formulir LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara) itu dari Sekretariat KPK," kata Marzuki Alie di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Marzuki menjelaskan, dirinya juga pernah menerima formulir LHKPN itu pada 2009 ketika terpilih sebagai anggota DPR RI.

Saat itu, kata dia, petugas dari KPK menyatakan agar mengisi saja formulir tersebut. Pada formulir tersebut tercetak nama pimpinan KPK periode pertama, Taufiqurrahman Ruki, sedangkan pimpinan KPK pada 2009 sudah periode kedua yakni Antasari Azhar.

"Dari segi hukum formulir itu keliru, karena pimpinan KPK sudah bukan lagi Taufiqurrahman Ruki, masak masih memberi kuasa kepada dia," katanya.

Marzuki menduga, kemungkinan KPK sudah mencetak formulir itu dalam jumlah banyak dan belum terpakai sehingga menjadi mubazir jika tidak terpakai.

Persoalan dokumen LHKPN itu, kata dia, adalah persoalan administrasi yang bisa diperbaiki, sehingga tidak perlu dibesar-besarkan.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini menambahkan, ketika ia akan mengisi formulir tersebut pada 2009, dia menanyakan dulu kepada Sekretariat KPK.

"Petugas dari Sekretariat KPK menjelaskan sepanjang isinya benar dan telah dicek oleh KPK ternyata benar, tidak ada masalah," katanya.

Ia menambahkan, surat kuasa LHKPN kepada pimpinan KPK itu, terkait dengan kuasa untuk mengumumkan harta kekayaan penyelenggara negara kepada publik, pernyataan tentang kebenaran dan sebagainya.

Persoalan isinya, kata Marzuki, ia tidak tahu tapi dokumen LHKPN itu sangat penting, karena apapun aturan harus dilaksanakan.

Apalagi, kata dia, soal LHKPN itu merupakan amanah undang-undang yang diatur dalam UU No 30 tahun 2002 tentang KPK.

Meskipun Marzuki menilai, secara hukum formulir LHKPN itu keliru tapi ia meminta agar calon pimpinan KPK melengkapi saja karena hal itu adalah perintah undang-undang.

"Sepanjang isi dokumen LHKPN itu benar dan telah di audit atau diveriifikasi oleh KPK, tidak ada masalah. Saya meyakini hal ini tidak sampai mengganggu proses seleksi calon pimpinan KPK," katanya.

Komisi III DPR menemukan kejanggalan dalam berkas dokumen administrasi dari delapan capim KPK, yakni surat kuasa tentang laporan harta kekayaan yang diisi oleh Abraham Samad, Abdullah Hehamahua, dan Zulkarnaen.

Ketiga calon pimpinan KPK tersebut dalam dokumennya memberikan kuasa kepada pimpinan KPK atas laporan harta kekayaan pimpinan KPK pada periode pertama.

Calon Pimpinan KPK Aryanto Sutadi melampirkan surat kuasa, tetapi dengan mencoret nama pimpinan KPK periode pertama, sedangkan Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, Yunus Husein, dan Handoyo Sudrajat tidak melampirkan surat kuasa itu.
(T.R024/B013)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011