Way Kambas-Lampung, (ANTARA News) - Dua ekor Badak Sumatra betina yang diperkirakan termasuk badak berusia muda (5-6 tahun), "Rossa" dan "Ratu", kini menjadi primadona baru penghuni Suaka Rhino Sumatra (SRS) dalam kawasan hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung. Site Manager SRS, Drh Marcellus Adi CTR, di lokasi SRS di Way Kambas-Lampung Timur, Rabu (22/2) malam, menyatakan kehadiran "Rossa" dan "Ratu" sebagai penghuni SRS seluas 100-an ha itu bertujuan menangkarkan demi pelestarian Badak Sumatra bercula dua (Dicerorhinus sumatrensis). "Jadi tidak benar kalau ada sorotan miring keberadaan badak di SRS ini ibarat masuk kebun binatang, mengingat program ini adalah bentuk kepedulian dunia pada upaya pelestarian badak Sumatra," kata Marcellus pula. Di kawasan hutan di Lampung, baik di TNWK maupun TN Bukit Barisan Selatan (TNBBS) diperkirakan masih hidup alami sejumlah badak liar yang kini termasuk jenis satwa dilindungi dan sangat langka di dunia yang telah terancam mengalami kepunahan. Adanya SRS di TNWK diharapkan dapat menjadi terobosan untuk mencegah kepunahan badan bercula dua yang ditengarai masih terus diburu oleh mafia perburuan satwa liar, antara lain culanya yang terkait mitos keperkasaan pria sehingga bernilai ekonomis sangat tinggi di dunia. Di SRS, beberapa badak harus didatangkan dari luar negeri dan tempat lain, di samping badak yang memang hidup di dalam kawasan hutan di TNWK maupun TNBBS di Lampung. "Ratu" masuk ke SRS sejak 20 September 2005 lalu, setelah kedapatan "nyelonong" keluar hutan dan masuk ke perkampungan penduduk di sekitar Labuhan Ratu-Way Jepara (Lampung Timur). Sedangkan "Rossa" didatangkan dari hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) juga untuk penyelamatan setelah kedapatan sering keluar hutan dan bahkan berperilaku aneh, karena tidak takut dengan perkampungan manusia di sekitar hutan TNBBS di Tanggamus dan Lampung Barat. "Rossa" resmi menjadi penghuni SRS sejak 26 Nopember 2005 lalu. Kedua badak betina itu menambah keberadaan dua badak yang masih bertahan hidup di SRS, yaitu Torgamba, badak jantan yang beberapa tahun sebelumnya telah didatangkan dari Port Lympne Zoo-Inggris, maupun Bina, badak betina dari Taman Safari Indonesia. Satu badak lainnya, Dusun, badak betina asal Malaysia yang sebelumnya dipelihara di kebun binatang Ragunan-Jakarta setelah selama tiga tahun bertahan di SRS akhirnya mati akibat kelumpuhan kaki belakang, diperkirakan akibat proses penuaan. Keberadaan SRS di TNWK itu merupakan alternatif bagi pelestarian in-situ ("semi di alam") badak Sumatera setelah sekian lama upaya pembiakan dan penangkaran di luar habitat (ex-situ) mengalami kegagalan, sehingga tahun 1996 dibuat tempat khusus yang lebih kondusif bagi kehidupan badak pada habitat alaminya di hutan TNWK. SRS itu merupakan salah satu program konservasi badak yang direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Dephut sebagai bagian Strategi Konservasi Badak Indonesia. Menurut Manager SRS, Marcellus, hingga saat ini kondisi ke-4 ekor badak di SRS itu dalam keadaan baik dan normal, termasuk "Rossa" dan "Ratu". Namun dari hasil pengamatan perilaku, "Rossa" masih menunjukkan tingkah laku yang cenderung aneh dan nampak ingin selalu dekat dengan manusia yang ada di sekitarnya. "Sampai hari ini, Rossa masih belum bisa dipisahkan dari orang di sekitarnya walaupun mulai kami lepaskan ke kandang alami yang lebih luas di sini. Setiap mengetahui ada orang, dia cepat mendekat," kata Marcellus pula. Padahal seharusnya badak liar sebagai hewan yang soliter (menyendiri) dan selalu menjauhi manusia di habitat aslinya di hutan. Sedangkan "Ratu", menurut Marcellus, salah satu kakinya masih belum pulih dari cedera saat dilakukan proses penggiringan setelah keluar hutan TNWK itu menjelang akhir September tahun 2005 lalu. "Tapi kakinya tidak sampai patah dan kami terus melakukan perawatan serta pemantauan kondisi kesehatannya agar dapat pulih kembali," ujar dia lagi. Marcellus menyatakan, kehadiran kedua ekor badak betina usia muda itu diharapkan dapat melancarkan upaya SRS dapat membiakkan badak yang ada di sana yang selama beberapa tahun terakhir belum memberikan hasil menggembirakan kendati banyak "misteri" hidup badak itu telah diketahui. "Hasil pengecekan kami menunjukkan salah satu penyebab belum berhasil pembiakan secara alami di sini adalah faktor Torgamba, badak jantan yang diketahui kualitas spermanya kurang baik," cetus Marcellus. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas sperma Torgamba itu agar bisa membuahi badak betina yang ada di sana. Tapi walaupun telah berkali-kali terjadi perkawinan sampai sekarang belum menunjukkan hasil. "Setelah proses aklimatisasi selesai, mudah-mudahan Rossa dan Ratu dapat dikawinkan pula dengan Torgamba untuk memberikan harapan baru keberhasilan pembiakan badak liar bercula dua di sini," ujar Marcellus pula.(*)

Copyright © ANTARA 2006