Jakarta (ANTARA News) - Rencana pemerintah membuat peraturan baru untuk menaikan harga listrik panas bumi mendapat tanggapan dari kalangan DPR, termasuk anggota Fraksi PKS Sohibul Iman yang mendesak pemerintah melakukan sinkronisasi tarifnya.

Menurut dia di Jakarta, Minggu, penetapan harga listrik panas bumi di atas 9,7 sen dolar AS yang berbeda-beda di berbagai daerah dapat mengurangi daya beli PLN.

"Tentu kita masih ingat saat Permen ESDM No.2 Tahun 2011 keluar, ternyata masih banyak masalah sehingga PLN dan pemenang lelang WKP tidak dapat memasuki tahap PPA (Power Purchase Agreement), padahal Permen tersebut telah menugaskan PLN untuk melakukan pembelian listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) beserta harganya yang dipatok maksimal 9,7 sen dolar AS per KWH," ujar Sohibul.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menuturkan, penyesuaian harga penting agar ada insentif bagi investor, tapi pemerintah jangan lupa bahwa insentif yang lebih besar bagi investor adalah jaminan di sektor hulu.

"Memang, dengan harga jual listrik panas bumi yang rendah, maka investor/pengembang hanya akan memperoleh keuntungan yang tipis, sehingga investor akan lebih tertarik berinvestasi di bidang lain," katanya.

"Tapi pemerintah perlu mengingat bahwa pengembangan energi panas bumi menjadi prioritas ke depan sebagai energi alternatif, karena itu bila penyesuaian harga akan dilakukan, pemerintah harus hati-hati jangan sampai harganya mendekati harga membangkitkan listrik dengan Bahan Bakar Minyak yang dikisaran US$ 30 sen per kWh," katanya.

Dia menambahkan bahwa pembangkit listrik panas bumi juga merupakan proyek unggulan dalam menyukseskan program percepatan pembangunan 10 ribu megawatt tahap II. "Percepatan pembangunan 10 ribu megawatt ini akan sangat bergantung pada keberhasilan pembangkit listrik panas bumi," katanya.

(ANT/S023/B012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011