Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar mata uang rupiah pada Selasa pagi turun 75 poin terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipicu masih pesimismenya pelaku pasar terhadap penyelesaian utang Eropa dan AS.

Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS antarbank di Jakarta pada Selasa pagi bergerak turun 75 poin ke posisi Rp9.180 dibanding hari sebelumnya Rp9.105.

"Kondisi pasar yang masih bersikap pesimis atas masalah utang Eropa dan ekonomi AS masih menekan rupiah hari ini," kata analis Monex Investindo Futures di Jakarta, Selasa.

Ia mengemukakan, pelaku pasar uang terus melindungi posisi short-dollar. Meski demikian, Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih akan tetap melakukan intervensi untuk melindungi rupiah agar tidak tertekan teralu dalam.

Ia mengatakan, minat resiko sudah mulai meningkat, Bank Indonesia akan mengambil kesempatan untuk melakukan intervensi hari ini untuk mendekatkan mata uang ke kisaran Rp9.000.

"Namun, pelaku pasar masih bersikap waspada, mata uang dalam negeri tampaknya masih bergerak di kisaran sempit," ujarnya.

Ia mengatakan, dolar AS menguat terhadap mata uang dunia termasuk rupiah dengan persentase cukup besar yang menyiratkan khawatirnya pelaku pasar dengan kondisi pasar saat ini.

Apalagi, kata dia, harga emas juga tertekan yang menandakan saat ini pelaku pasar memburu dolar AS sebagai safe haven, seperti yang terjadi pada 2008 lalu.

Ia mengemukakan, beberapa negara di zona euro juga diturunkan peringkat hutangnya seperti Portugal yang diturunkan dari BBB- (triple B minus) menjadi BB+ (double B plus) dengan outlook negatif yang merupakan peringkat junk oleh Fitch.

Meski demikian, kata dia, awal pekan ini berhembus isu bahwa Dana Moneter Internasional (IMF) terlibat pembicaran intensif dengan Italia mengenai kemungkinan pemberian bantuan kepada Italia.

"Hal itu tentu saja membawa angin sejuk ke pasar mata uang, tetapi pernyataan dari Moody's yang meragukan bahwa bantuan IMF dapat menolong Italia segera memberikan sentimen negatif," katanya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011