Kairo (ANTARA News) - Rakyat Mesir berduyun-duyun menuju tempat pemungutan suara Senin untuk mengikuti pemilu pertama pascarevolusi, memulai transisi menuju demokrasi yang kebanyakan tertib dan penuh kegembiraan setelah terjadi kekerasan dan krisis politik selama seminggu.

Sepuluh bulan sejak berakhirnya kekuasaan otokratis Hosni Mubarak selama 30 tahun, diusir unjuk rasa rakyat dalam satu dari benih-benih peristiwa Kebangkitan Arab, sebanyak 40 juta pemilih diminta untuk memilih parlemen baru.

"Tidak ada gunanya memilih sebelumnya. Suara kami sama sekali tidak relevan," kata Mona Abdel Moneim, salah satu dari sejumlah wanita yang mengatakan mereka memilih untuk pertama kalinya, kepada AFP di distrik Shubra, Kairo.

Pemungutan suara untuk majelis rendah dilaksanakan dalam tiga tahap mulai di kota-kota utama Kairo, Alexandria dan area lain, dimana kelompok Islamis moderat Muslim Brotherhood diperkirakan akan menang.

Prosedur yang sangat kompleks untuk memilih majelis seutuhnya akan berakhir Maret.

Dengan latar belakang yang tidak menyenangkan dengan 42 orang tewas dan lebih dari 3.000 orang luka-luka, sesudah seminggu protes menuntut pengunduran diri para penguasa militer sementara yang melangkah masuk sesudah kejatuhan Mubarak.

Voting berlangsung damai dan bilik-bilik pemungutan suara ditutup pada waktu perpanjangan pukul 9:00 malam (1900 GMT) guna memberikan kesempatan kepada ribuan pemilih yang telah menunggu berjam-jam dalam antrian panjang untuk memasukkan suara mereka.

"Kami terkejut, banyak orang keluar untuk memberikan suara, syukur kepada Allah," kata Abdel Moez Ibrahim, yang mengepalai Komisi Pemilu Judisial Tinggi (HJEC), kepada para wartawan, menambahkan tidak ada masalah keamanan.

Pemungutan suara dalam bahaya minggu lalu ketika kerusuhan melanda negara itu, namun penguasa militer Jenderal Angkatan Darat Hussein Tantawi tetap menolak merubah jadwal dan meminta kemunculan besar.

Banyak yang masih tidak jelas menyangkut bagaimana parlemen baru akan bekerja dan apakah akan dapat memecahkan jalan buntu dengan angkatan bersenjata mengenai berapa banyak kekuasaan yang akan mereka pegang menurut konstitusi baru yang akan dituliskan tahun depan.

Muslim Brotherhood yang sebelumnya dilarang, sebuah kelompok Islam moderat, diperkirakan secara luas akan muncul sebagai kekuatan terbesar, namun tanpa mayoritas mutlak, ketika hasil-hasil untuk majelis rendah dipublikasikan 13 Januari.

Islam garis keras, partai-partai sekuler dan kelompok-kelompok yang mewakili kepentingan mantan rezim Mubarak semuanya diperkirakan akan memenangkan sejumlah kursi, meningkatkan prospek legislatif sangat terfragmentasi dan secara ideologis terpecah.

"Saya memberikan suara demi masa depan Mesir," kata Yussuf, seorang insinyur perangkat lunak berusia 25 tahun di distrik Al-Raml Alexandria, kota terbesar kedua Mesir dan pelabuhan utama di Laut Tengah.

"Ini adalah pemilu bebas pertama di negara kami. Saya berharap pemilu ini akan menjadi pemilu adil yang pertama," katanya kepada AFP.

Para pengamat independen AS mengatakan akan terjadi kehadiran tinggi, tanpa kekerasan atau kecurangan, kata deputi juru bicara Departemen Luar Negeri Mark Toner.

"Apa yang telah dapat mereka pahami sejauh ini adalah cukup positif," kata Toner kepada para wartawan di Washington.

Taruhannya mungkin tidak lebih tinggi bagi Mesir, pemimpin budaya dunia Arab -- penyelenggaraan dan hasil pemilu akan berdampak pada keseluruhan Timur Tengah pada masa perubahan yang memilukan.

Mesir, yang berpenduduk lebih dari 80 juta orang dengan pertumbuhan penduduk yang cepat, adalah bekas protektorat Inggris yang diperintah oleh para pemimpin militer dalam sebagian besar sejarahnya sejak merdeka pada 1922.

Unjuk rasa baru minggu lalu berasal dari kekhawatiran bahwa Tantawi dan teman-teman jenderalnya, pada awalnya diterima sebagai sumber stabilitas pada masa-masa sesudah kejatuhan Mubarak, berharap akan mengkonsolidasikan kekuasaannya.

Para kritikus juga mengatakan mereka terlalu cepat mengambil teknik represif rezim Mubarak, memenjara para pembangkang dan melepaskan kekerasan mematikan terhadap perbedaan pendapat.

Kekuatan sipil utama baru - gerakan pro-demokrasi di Lapangan Tahrir yang menjadi ikon, Muslim Brotherhood dan para calon presiden mendatang Mohamed ElBaradei dan Amr Mussa -- terperangkap dalam ketidakpastian.

Gerakan Tahrir, dinamai seturut lapangan dimana unjuk rasa berawal melawan Mubarak, terpecah menyangkut apakah akan mengambil bagian dalam pemilu dan memberikan legitimasi kepada para penguasa militer.

Secara kontras, Muslim Brotherhood telah mendukung sebuah pemilu darimana ia berharap akan meraih keuntungan.

Sesudah dua hari voting pada tahap pertama pemilu untuk majelis rendah, kota-kota dan wilayah-wilayah lain akan menyusul pada 14 Desember dan 3 Januari.

Setelah semuanya ini, putaran voting lain akan berlangsung dari 29 Januari untuk majelis tinggi, dan pemilu presiden akan diselenggarakan tidak melebihi akhir Juni.

Mubarak, yang diadili karena pembunuhan dan korupsi bersama dengan dua anak laki-lakinya, diperkirakan akan mengikuti peristiwa-peristiwa dari rumah sakit militer Kairo dimana dia dilaporkan sedang dirawat akibat kanker. (K004)

Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011