Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) mengakui terjadi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejak September 2011.

"Kurs rupiah relatif melemah sebetulnya sejak 9-10 September lalu, dan tekanan terhadap pelemahan semakin keras dalam beberapa hari terakhir," kata Gubernur BI, Darmin Nasution dalam seminar proyeksi ekonomi Indonesia 2012 di Jakarta, Rabu.

Menurut Darmin, pelemahan rupiah terjadi menyusul meningkatnya resiko ekonomi di kawasan Eropa yang berdampak kepada seluruh pasar dunia.

"Karena peningkatan resiko itu maka dana-dana yang mengalir ke negara berkembang, beralih ke mata uang yang dianggap aman atau bergerak ke aset-aset berdenominasi dolar AS," kata Darmin.

Menurut dia, nilai tukar mata uang negara berkembang termasuk Indonesia akan kembali menguat setelah resiko kawasan lain turun.

"Pada saat ada solusi di kawasan Eropa sehingga risiko tidak tinggi lagi maka rupiah akan naik lagi," katanya.

Sementara itu Lembaga Kajian Pembangunan Ekonomi dan Keuangan, Indef memperkirakan nilai tukar rupiah pada tahun 2012 akan berada pada kisaran Rp8.900 - 9.100 per dolar AS.

"Meskipun lebih tinggi dari asumsi pemerintah dalam RAPBN 2012 sebesar Rp8.800, rupiah akan cukup stabil pada 2012," kata Ekonom Indef, Enny Sri Hartati.

Selama triwulan I dan II 2011, nilai tukar rupiah mengalami apresiasi. Namun volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah mengalami peningkatan pada triwulan III.

Beberapa faktor pendukung stabilitas rupiah tahun 2012 antara lain masih cukup stabilnya kondisi fundamental perekonomian Indonesia yang membuat aliran arus modal masih terus berlanjut.

Nilai cadangan devisa Indonesia di Bank Indonesia yang lebih dari 100 miliar dolar AS berkontribusi mendorong stabilnya rupiah tahun 2012.

Selain itu, kinerja neraca pembayaran juga masih cukup baik, yaitu berada pada posisi surplus sehingga memberikan ekspektasi positif terhadap investor global di tengah ketidakpastian pemulihan kawasan Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011