Jakarta (ANTARA News) - Direktur Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Waluyanto, menyatakan bahwa pasar obligasi di kawasan Asia termasuk Indonesia masih bergantung kepada perbankan sehingga perlu pengembangan pasar yang lebih luas.

"Pasar obligasi masih bergantung kepada perbankan sehingga jika kalangan perbankan mengalami masalah maka akan menimbulkan "vulnerable" (kerapuhan)," katanya di Jakarta, Kamis.

Ia menyebutkan, pengembangan pasar obligasi termasuk obligasi korporasi (obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan) menjadi kebutuhan mendesak di tengah ancaman dampak krisis keuangan global.

"Saya baru dari Jepang menghadiri pertemuan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang juga membahas pengembangan pasar obligasi," kata Rahmat.

Ia menyebutkan, ADB saat ini tengah menyiapkan peta jalan pengembangan pasar obligasi di kawasan Asia.

Sebelumnya Konferensi Tingkat Tinggi Bisnis dan Investasi ASEAN (ASEAN Business and Investment Summit) juga mendorong pembahasan mekanisme pelaksanaan ASEAN Bond Market yang melibatkan ASEAN+3 (China, Korea Selatan dan Jepang) untuk memperkuat basis permodalan pasar uang di kawasan ASEAN.

"Semua pihak sepakat memperdalam pembahasan Pasar Obligasi Bersama ASEAN sebagai instrumen optimalisasi pembiayaan pembangunan sektor infrastruktur," kata Wakil Menteri Kuangan, Mahendra Siregar di sela-sela penyelenggaraan KTT ASEAN ke-19 dan KTT Asia Timur ke-6 di Bali.

Menurut Mahendra, pada pertemuan tingkat Senior Economic Official Meeting (SEOM), pembentukan pasar obligasi bersama menjadi salah satu topik yang dibahas terutama dalam mekanismenya karena belum semua negara anggota ASEAN masuk ke dalam pasar obligasi.

Dengan bertambahnya jumlah anggota ASEAN yang masuk dalam pasar obligasi bersama maka dengan sendirinya surat utang yang beredar bisa lebih lancar sekaligus membuka peluang meningkatnya penerbitan surat utang.

"Ini yang terus kita dorong untuk diselesaikan mengingat tingginya kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur yang dalam karakter pembiayaan investasinya dalam jangka panjang," tutur Mahendra.

Pembentukan ASEAN Bond Markets terinspirasi dari ketika krisis keuangan melanda Asia pada 1997 setelah disepakatinya Asian Bond Markets Initiative (ABMI) dengan tujuan mengembangkan pasar obligasi yang efisien dan likuid.

Dalam upaya pengembangan pasar obligasi tersebut, ditemukan fakta perkembangan obligasi korporasi tidak sebagus obligasi pemerintah karena penerbit dengan rating di bawah "investment grade" mempunyai akses pasar yang terbatas, dan tidak terdapat institusi lokal yang berperan sebagai penjamin.

Untuk itulah para menteri keuangan ASEAN+3 menyepakati pembentukan "Credit Guarantee and Investment Facility" (CGIF) yang ditujukan untuk memberikan jaminan bagi obligasi swasta dengan rating "investment grade" agar mempunyai akses pasar yang lebih luas.

Menurut Mahendra, dengan yang juga menjadi fokus saat ini adalah bagaimana pemanfaatan obligasi tersebut sebagai dana bersama untuk pembangunan infrastruktur terutama di lintas batas "cross borders" ASEAN.

"Nilai proyek yang bisa dibiayai dari mekanisme pasar obligasi bersama itu tidak terlalu besar atau sekitar 10 miliar dolar AS pada tahun 2015. Untuk itu diperlukan keterlibatan antar pemerintah dalam hal mitigasi resiko proyek, lalu kemudian sisanya oleh para investor," ujarnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011