New York (ANTARA News) - Upaya diplomasi Indonesia untuk lebih berperan di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), termasuk keinginan untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK), harus diimbangi dengan perbaikan kondisi dan upaya menyelesaikan masalah-masalah di dalam negeri, kata DR Dewi Fortuna Anwar. "Memang, kini kita perlu ikut terlibat dalam pembuatan kebijakan di PBB. Jangan hanya jadi objek dari keputusan internasional, tapi juga terlihat aktif dalam keputusan internasional itu," kata pengamat politik internasional itu di New York, Amerika Serikat (AS), Sabtu. Dengan segala potensi yang dimiliki, menurut dia, misalnya sebagai negara demokrasi, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dan negara berpendududk keempat terbesar, maka Indonesia pantas untuk mengambil peranan penting di PBB tersebut. Namun, peneiliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tersebut berpendapat, keinginan tersebut harus diimbangi dengan kerja keras Pemerintah Indonesia di dalam negari, terutama pada masalah-masalah yang berkaitan dengan perdamaian dan HAM. "Ibaratnya, sebelum memberi air ke orang lain, kita penuhi dulu gelas kita sendiri," kata Dewi Fortuna, yang berkunjung ke AS untuk menjadi pembicara pada sejumlah forum di Washington DC dan New York. Dengan demikian, ia menilai, ada semacam tantangan bagi Indonesia untuk selain bisa mengatasi persoalan dalam negeri, dan juga memberi kontribusi di tingkat internasional. Menurut Dewi, upaya Indonesia untuk lebih berperan di PBB perlu didukung, karena sejak awal Indonesia berpandangan bahwa masalah masalah internasional harus diselesaikan melalui forum PBB. "Hanya PBB sebagai organisasi yang memiliki legitimasi. Otoritas untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan keamanan internasional. Kita menolak segala bentuk intervensi yang bersifat unilateral, tanpa adanya satu keputusan dari DK PBB," katanya. Ia juga melihat PBB saat ini memang perlu direformasi, karena sudah tidak relevan dengan situasi sekarang. PBB akan melewati tahapan penting dalam proses reformasi. Diantaranya membentuk Dewan HAM dan juga Komisi Pembangunan Perdamaian, yang mungkin Indonesia akan terlibat dalam keanggotaannya, demikian Dewi Fortuna Anwar. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006