Kuta (ANTARA News) - Dari 500 pengaduan masalah pers yang masuk ke Dewan Pers, 300 diantaranya sudah diselesaikan dan sebagian besar merupakan pemberintaan atau siaran yang melanggar kode etik.

"Selama hampir setahun ini, kami menerima sekitar 500 keluhan dan sebanyak 300 diantaranya sudah kami putuskan. Permasalahanya ada yang sangat sederhana, namun 80 persen lebih kami menemukan pemberitaan atau siaran yang melanggar kode etik," kata Ketua Dewan Pers Bagir Manan disela pertemuan Bali Media Forum di Kuta, Kamis.

Menurut dia, banyak faktor yang menyebabkan munculnya pemberitaan yang melanggar kode etik. Tidak hanya dari sisi wartawan saja, tetapi juga karena imbas kepentingan redaksi dan pemilik media itu sendiri.

"Pelanggaran kode etik diantaranya terlihat dari pemberitaan yang tidak berimbang dan terkesan seolah-olah menghakimi. Penyebabnya karena wartawan tidak melakukan pengecekan kembali pada sumber berita. Adakalanya niatan untuk melakukan pengecekan, namun karena terkendala dikejar deadline waktu sehingga wartawan bersangkutan tetap mengeluarkan berita yang tidak imbang," ujarnya.

Di sisi lain, ia menyebut pelanggaran kode etik juga terjadi karena kecerobohan dari pihak wartawan dan redaksi yang belum memahami betul kode etik jurnalistik. Terkadang masih ada wartawan di Tanah air yang merasa dirinya tidak boleh ditolak oleh narasumber sehingga akhirnya mereka melakukan hal yang tidak menyenangkan pada sumber berita.

Memang, kata Bagir Manan, kita tidak bisa serta merta menyalahkan wartawan karena redaksi dan perusahaan media pun bertanggung jawab. Perusahaan dan redaksi tidak boleh memaksa wartawan untuk mendapatkan berita-berita yang tidak memerhatikan faktor kode etik.

"Oleh karena itu, satu-satunya jalan kita harus terus melakukan pelatihan kode etik, pelatihan jurnalistik, dan pelatihan lainnya yang turut mendukung peningkatan kemampuan para jurnalis," ucapnya.

Bagir Manan di depan peserta Bali Media Forum yang merupakan perwakilan Dewan Pers dari 16 negara itu juga menyampaikan berbagai langkah yang telah dilakukan Dewan Pers untuk meningkatkan kualitas pers di Indonesia.

"Kami telah memfasilitasi peningkatan pelatihan wartawan mengenai kode etik dan pengetahuan jurnalistik dan menyelenggarakan sekolah singkat jurnalistik di Palembang, Bandung, Semarang, Pontianak, Banjarmasin, Makasar, dan Jambi," katanya.

Dewan Pers juga menyelenggarakan berbagai seminar untuk para redaktur dan wartawan serta melakukan sertifikasi wartawan.

"Kami pun telah membentuk tenaga ahli pers. Hal ini terkait dengan semakin banyaknya permintaan dari para penegak hukum untuk menghadirkan para tenaga ahli pers pada kasus-kasus yang berkaitan dengan pers yang diajukan hingga jenjang pengadilan," ujarnya.

Dalam pertemuan Bali Media Forum terlihat hadir perwakilan Dewan Pers dan media dari Norwegia, Timur Leste, China, India, Hongkong, Pakistan, Taiwan, Malaysia, Kamboja, Sri Lanka, Filipina, Myanmar, Thailanda, dan Maladewa.

Mereka menyampaikan pengalaman mengenai pers di negaranya masing-masing hingga bagaimana penerapan kode etik jurnalistik.

(ANTARA)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011