Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Saan Mustopa menyatakan, perbedaan pandangan dan penyelesaian masalah seperti pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana korupsi dan terorisme di Komisi III DPR RI, tak harus menggunakan hak interpelasi.

"Kita berharap perbedaan pandangan terkait dengan moratorium remisi yang sebenarnya pembahasannya belum selesai, tidak diselesaikan dengan cara menggunakan hak interpelasi," kata Saan kepada ANTARA di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Beberapa anggota Komisi III DPR telah menandatangani surat usulan menggunakan hak interpelasi atau meminta keterangan pemerintah terkait kebijakan moratorium pemberian remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat kepada narapidana kasus korupsi dan terorisme yang diambil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sejak 30 Oktober 2011.

"Sekarang sudah lebih dari 25 anggota yang setuju dan telah menandatangani surat pengajuan tersebut. Jadi telah memenuhi syarat undang-undang. Penggalangan ini akan terus dilakukan," kata anggota Komisi III DPR Ahmad Yani dalam keterangan pers di gedung DPR RI.

Yani menjelaskan, setidaknya sudah ada anggota dari tujuh fraksi, yakni Partai Golkar, PDIP, PKS, PPP, Hanura, PAN, dan Gerindra yang sepakat menggunakan hak interpelasi.

Yani menjelaskan bahwa hak interpelasi digunakan karena anggota Komisi III DPR merasa tidak puas dengan penjelasan Menkumham terkait kebijakan moratoriuam pemberian remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi dan terorisme.

Menurut Ahmad Yani, Komisi III DPR RI tetap menganggap kebijakan moratorium pemberian remisi tersebut telah melanggar UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan dan PP Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.

"Kalau napi sudah memenuhi syarat sesuai yang diatur ketentuan itu, negara wajib memberikan haknya. Karena kemarin tak ada argumentasi yang kuat, karena itu kami gunakan hak interpelasi, yaitu menanyakan langsung ke Presiden," kata Yani.

Sebelumnya, Rabu (7/12), Menkumham Amir Syamsuddin menjelaskan bahwa kebijakan moratorium remisi tersebut dilakukan berdasarkan SK Menkumham tanggal 16 November 2011. Amir mengakui bahwa kebijakan awal melalui Plt Dirjen PAS (Pemasyarakatan) memang belum ada keputusan resminya. Namun kemudian dilanjutkan dengan pembuatan SK tersebut.

Menkumham pada 30 Oktober 2011 telah mengeluarkan kebijakan moratorium pemberian remisi kepada narapidana korupsi dan terorisme. Kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra terkait dasar hukumnya. Atas kebijakan moratorium tersebut, beberapa napi korupsi yang telah mendapatkan SK Menkumham Patrialis Akbar tertanggal 23 Oktober 2011 tentang pembebasan bersyarat menjadi batal mendapat pembebasan bersyarat.

(ANT-134/S023)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011