Islamabad (ANTARA News) - Presiden Pakistan, Kamis (8/12), dikeluarkan dari ruang perawatan intensif (ICU) di satu rumah sakit di Dubai, Uni Emirat Arab, kata beberapa pejabat, setelah ia mengalami serangan jantung ringan sehingga memaksa sekutunya membantah desas-desus mengenai pengunduran dirinya.

Asif Ali Zardari dirawat pada hari kedua di American Hospital, sementara ia menghadapi masalah besar bahwa ia dituduh terlibat dalam upaya untuk meminta bantuan AS guna membatasi militer Pakistan, lapor AFP.

Presiden yang berusia 56 tahun itu dan sangat tak populer telah lama menderita gangguan jantung dan dirawatnya dia di Dubai memicu spekulasi di media dan jejaring Twitter bahwa ia "mungkin akan mundur".

Sebagai presiden di negara tempat kekuasaan dipandang berada di tangan militer, ia berada jauh saat Pakistan barangkali menghadapi krisis terburuknya dalam hubungan dengan AS setelah serangan udara NATO menewaskan 24 prajurit Pakistan pada 26 November.

Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani bertanggung-jawab pada hari itu untuk memimpin pemerintah koalisi sipil yang rapuh, yang memiliki hubungan tegang dengan militer --yang secara efektif mengendalikan kebijakan luar negeri.

"Presiden berada dalam kondisi stabil, nyaman dan sedang beristirahat," kata istana presiden dalam satu pernyataan, sebagaimana dikutip AFP --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Jumat pagi.

"Pemeriksaan dan penyelidikan awal telah berjalan secara normal, sementara pemeriksaan lebih lanjut akan dilakukan," kata pernyataan singkat tersebut.

Zardari dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang normal di rumah sakit itu pada Kamis malam, kata juru bicara presiden Farhatullah Babar kepada AFP.

Namun para pembantunya sejauh ini tak bisa mengatakan kapan ia akan pulang, setelah seorang anggota kabinet mulanya mengatakan ia akan pulang ke Islamabad pada Kamis.

"Tergantung dokter, kapan ia akan diperkenankan pulang. Mereka akan memberitahu setelah menerima hasil pemeriksaan lebih lanjut," kata Babar sebelumnya.

Zardari memangku jabatan setelah Partai Rakyat Pakistan (PPP), yang berhaluan kiri-tengah, menang dalam pemilihan umum 2008, tiga bulan setelah istrinya --mantan perdana menteri Benazir Bhutto-- dibunuh. (C003)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011