Jakarta (ANTARA News) - Tahun 2011 segera berakhir dan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya masih ada utang penyelesaian kasus dari yang kelas "teri" hingga "kakap".

Lantas apa yang menjadi catatan penting bagi lembaga antikorupsi yang digadang-gadang masyarakat sebagai instansi terakhir di Tanah Air yang dapat diandalkan memberantas korupsi atau bahasa "kerennya" extraordinary crime?

Bisa jadi tahun 2011 menjadi tahun yang mendebarkan bagi komisi antikorupsi, terlebih lagi bagi masyarakat Indonesia, setelah kasus cicak vs buaya di masa kepemimpinan Antasari Azhar. Bagaimana tidak, KPK bak "selebritis" yang selalu menjadi sorotan sehingga mampu menaikkan rating atau oplah media massa di negeri ini dengan berbagai informasinya.

Mungkin hanya pemberitaan dari KPK saja yang bisa menyamai pemberitaan berpulangnya mantan Presiden Soeharto dan KH Abdurrahman Wahid, yang disiarkan secara "live" lebih dari 24 jam.

Bisa diingat ada ratusan wartawan tumpah ruah di halaman lembaga antikorupsi itu dari sejak sahur hingga sahur di hari berikutnya pada Ramadhan 2011, hanya untuk menanti seseorang bernama Muhammad Nazaruddin yang dijemput dari Kolombia.

Kasus yang "katanya" besar yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokerat ini telah sampai persidangan dan dua dari empat terdakwa dari kasus Wisma Atlet SEA Game Palembang, yakni mantan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang dan Marketing Manager PT Duta Ghara Indah (DGI) M El Idris telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Namun itu belum menjawab semua pertanyaan dan keraguan yang terlanjur beredar di masyarakat, akankah kasus yang menurut terdakwa Nazaruddin melibatkan sejumlah anggota partai politik, menteri, hingga salah seorang ketua umum partai politik ini akan benar-benar tuntas dan seluruh perkataan mantan anggota Komisi III DPR RI tersebut terbukti?

Pekerjaan rumah yang berat bagi para pimpinan KPK baru untuk dapat menunjukan performanya dengan menyelesaikan kasus-kasus besar yang masih tersisa. Terlebih lagi kasus-kasus besar tersebut disinyalir berkaitan dengan beberapa polisi partai.

Dalam pembacaan nota keberatannya di persidangan Pengadilan Khusus Tipikor Jakarta, Nazaruddin menceritakan semua yang diketahui di hadapan majelis hakim. Dia menyatakan, tidak paham soal proyek wisma atlet, tetapi mengetahui proyek pembangunan fasilitas olahraga dan atlet di Hambalang itu.

Ia justru baru mengetahui dengan jelas kasus wisma atlet pada saat Partai Demokrat membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi terkait kasus wisma atlet di Jakabaring, Palembang tersebut.

"Saya baru mengikuti soal wisma atlet itu setelah membaca pemberitaan. Saya tidak paham soal wisma atlet, saya hanya tahu Hambalang," ujar dia.

Mantan anggota Komisi III DPR RI ini lantas membeberkan perihal siapa saja yang terlibat dalam proyek yang menghabiskan anggaran negara lebih dari Rp191 miliar tersebut. Ia menyebutkan perihal pengakuan Angelina Sondakh terkait penerimaan uang sejumlah Rp9 miliar dari Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan Sesmenpora Wafid Muharam saat melakukan rapat tertutup dengan TPF Partai Demokrat.

Nazaruddin mengatakan, Angelina Sondakh yang akrab disebut Angie menyebutkan Rp8 miliar diserahkan kepada Nirwan Amir yang kemudian dibagi-bagikan lagi. Sedangkan Nirwan, menurut Nazaruddin, saat itu mengaku membagikan Rp2 miliar kepada Anas Urbaningrum dan sisanya msih dibagikan lagi kepada para anggota dewan lainnya.

Sedangkan untuk proyek pembangunan fasilitas olahraga dan atlet di Hambalang, Nazaruddin justru mengatakan Anas Urbaningrum yang lebih mengetahui perihal proyek tersebut. Bahkan Ketua Umum Partai Demokrat ini memenangkan PT Adhi Karya dalam proyek tersebut karena lebih dapat membantu dana untuk Kongres Partai Demokrat di Bandung, dari pada PT DGI.

Nazaruddin menyampaikan hal tersebut di muka persidangan. Perlu nyali besar jika sampai ia berbohong atas apa yang disebutkan dalam nota keberatan tersebut. Ia telah terlanjur menyebut banyak nama mulai dari Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Nirwan Amir, Ruhut Sitompul, Jaffar Hamzah, M Nasir, Benny K Harman, hingga I Wayan Koster mengetahui tentang wisma atlet tersebut.



Keberanian

Atas apa yang telah disampaikan terdakwa kasus dugaan suap Rp4,2 miliar untuk proyek Wisma Atlet SEA Games tersebut, tampaknya KPK butuh keberanian untuk membongkar jika memang ternyata terbukti benar. Apalagi semua orang yang disebut dan dituding telah menyampaikan bantahan serta menyatakan justru Nazar yang berbohong dan berdusta.

"Saya tidak pernah berurusan dengan anggaran dan tidak punya minat berurusan dengan proyek," kata Anas Urbaningrum di DPP Partai Demokrat, Jakarta, pekan lalu.

Menurut dia, apa yang dikatakan Nazar adalah dusta. "Itu adalah cerita fiksi yang diulang, kadang-kadang ditambah, karena cerita fiksi yang diulang-ulang, maka tidak saya respon," kata Anas.

"Kalau kita punya akal sehat, kita tidak perlu menanggapi cerita-cerita fiksi itu," katanya pula.



Cinta biru

Belum rampung pemberitaan soal "pengakuan" Nazaruddin di muka persidangan yang kemudian membuat KPK harus bekerja keras untuk membuktikan isi nota keberatan tersebut, kini isu lain berkembang di KPK dan masyarakat luas. Isu tersebut mencuat bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember 2011.

Pimpinan KPK Busyro Muqoddas kembali mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan terkait dengan lembaga yang ia pimpin tersebut. Ia menyebutkan, ada seorang penyidik KPK yang memiliki hubungan spesial dengan janda dari almarhum Ajie Massaid, yakni Angelina Sondakh.

Busyro menegaskan bahwa saat ini pihaknya sedang meneliti dugaan hubungan asmara antara Angie dan penyidik di lembaga tersebut. Hal itu memunculkan kekhawatiran akan hilangnya netralitas KPK dalam menindaklanjuti kasus-kasus Nazaruddin.

Meski Ketua KPK mengatakan bahwa penyidik yang diduga memiliki hubungan asmara dengan Angie tersebut tidak memegang kasus Nazaruddin, namun banyak pihak meminta agar tetap dilakukan penelitian demi netralitas.

Pengakuan Ketua KPK pada peringatan Hari Antikorupsi cukup mengejutkan banyak pihak termasuk politisi Partai Demokrat seperti Ruhut Sitompul. Meski akhirnya dia hanya berkomentar cinta tidak pernah dapat diduga kehadirannya.

Kabar hubungan cinta penyidik KPK dengan politisi dari partai itu sejak dua bulan terakhir kembali membuat lembaga antikorupsi menjadi perhatian banyak pihak. Namun Angie hingga kini belum bisa dikonfirmasi perihal kabar hubungan khusus tersebut.

Proses penuntasan kasus dugaan korupsi maupun suap di lembaga antikorupsi ini mendekati penghujung 2011 banyak "bersentuhan" dengan partai biru pemenang pemilu 2009. Tidak hanya yang berasal dari pusat, beberapa ada yang berasal dari daerah.

Hal ini juga menjadi ujian bagi lembaga antikorupsi ini untuk dapat membuktikan mampu tampil netral dan lepas dari "sentuhan" politik apapun. Ketua KPK Busyro Muqoddas maupun pimpinan KPK lainnya telah menegaskan bahwa lembaga ad hoc pemberantas korupsi ini mampu tampil netral dan tidak melakukan tebang pilih.

Sebuah prestasi dicatatkan empat pimpinan KPK periode dua tepat pada berakhirnya masa jabatan mereka. Haryono Umar, M Jasin, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah yang bahkan ikut menjemput sendiri tersangka kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2004, Nunun Nurbaeti, di Thailand.

Meskipun demikian mereka harus meninggalkan pekerjaan rumah besar itu dan harus menyerahkannya kepada empat pimpinan KPK baru yang akan menjabat hingga 2015, yakni Abraham Samad yang menjadi Ketua KPK, Bambang Widjojanto, Aryanto Sutadi dan Zulkarnain.

Kerja keras semakin dibutuhkan lembaga ini di tahun-tahun selanjutnya. Penyelesaian kasus cek pelawat, kasus dugaan suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), kasus-kasus terkait Nazaruddin yang disebut Busyro hingga Rp6 triliun dan kasus Bank Century yang saat ini masih menunggu hasil audit forensik dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Para pimpinan KPK yang baru berjanji dalam fit and proper test di DPR RI akan menyelesaikan kasus-kasus besar terlebih dahulu. Janji Ketua KPK baru Abraham Samad bahkan akan mundur jika dalam waktu satu tahun ke depan tidak dapat menyelesaikan kasus Bank Century yang sudah beberapa tahun ini belum juga rampung.

Harapan masyarakat akan sama bahwa Indonesia dapat bersih dari koruptor yang acapkali menggerogoti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kini janji terlanjur terucapkan oleh pimpinan KPK baru, Abraham Samad. Jika dalam waktu satu tahun tidak dapat merampungkan kasus-kasus besar, seperti Bank Century, maka one way ticket ke Makassar pun terpaksa digunakan seperti yang telah diucapkan.
(V002/S023)

Oleh Virna Puspa Setyorini
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011