Kupang (ANTARA News) - Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kol Inf APJ Noch Bola, mengatakan pemancangan Bendera Merah Putih oleh prajurit TNI di Pulau Bidadari, sempat dilarang oleh Ernest Lewan Dawski dengan alasan, pulau di ujung barat Pulau Flores itu sudah dibelinya. "Anak buah saya sempat dilarang masuk oleh warga negara Inggris itu dengan alasan bahwa Pulau Bidadari sudah dibelinya dari Haji Jusuf Mahmud, seorang penduduk Labuanbajo, Manggarai Barat, yang mengklaim sebagai pemilih hak ulayat atas tanah di Pulau Bidadari," kata Bola kepada pers di Kupang, Selasa. Namun, kata Danrem, Bendera Merah Putih berhasil dikibarkan di Pulau Bidadari. Ia mengemukakan penguasaan pulau secara total oleh warga negara Inggris dalam wilayah NKRI itu, memang belum masuk dalam kategori ancaman terhadap integritas bangsa, namun lama-kelamaan bisa diklaim sebagai bagian dari wilayah kepulauan Kerajaan Inggris. "Aturan hukum internasional kan jelas...jika kita biarkan terus maka nasib Pulau Bidadari di ujung barat Pulau Flores itu, seperti Sipadan dan Ligitan, atau seperti Argentina menguasai Pulau Malvinas. Karena kasus ini masih merupakan embrio, maka harus dimusnahkan dari sekarang sebelum berkembang menjadi jabang bayi," katanya. Danrem Bola mengatakan institusi TNI tidak memiliki kewenangan apapun untuk mengusir Lewan Dawski bersama isterinya dari Pulau Bidadari, karena fungsi dan tugas TNI hanya mengamankan kedaulatan negara dari invasi negara lain. "Jika melihat kenyataan sudah begitu, seharusnya pihak Kepolisian dan Imigrasi segera bertindak untuk melakukan penyidikan. Sudah sangat jelas bahwa Pulau Bidadari telah dibeli oleh warga negara Inggris itu dari Haji Jusuf Mahmud seharga Rp495 juta yang dibayarnya secara bertahap sejak 2003," kata Danrem. Pembayaran tahap pertama pada 2003 sebesar Rp279 juta dan terus dicicil sebanyak lima kali sampai menggenapi angka Rp495 juta sesuai harga tanah seluas 15 hektar di atas Pulau Bidadari itu. Danrem Bola menegaskan proses jual beli tanah ulayat ini tanpa sepengetahuan pemerintah daerah, sehingga apapun alasannya proses tersebut tetap dinyatakan ilegal, karena tidak melibatkan pemerintah dalam proses penjualan dimaksud. "Indikasi tindak pidananya kan sudah ada, kenapa hal ini tidak ditindaklanjuti oleh aparat Kepolisian? Kita harapkan embrio dalam penguasaan pulau di dalam wilayah NKRI itu secepatnya dimusnahkan, sebelumnya berkembang biak menjadi jabang bayi," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006