Kupang (ANTARA News) - Peralatan komunikasi yang dimiliki Ernest Lewan Dawski, warga negara Inggris yang telah membeli Pulau Bidadari di ujung barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), seharga Rp495 juta sulit dideteksi oleh Radar TNI-AL.
"Teknologi Radar yang dimiliki TNI-AL sebenarnya sudah cukup canggih, tetapi belum mampu juga melacak frekuensi gelombang radio dari peralatan komunikasi yang digunakan Lewan Dawski di Pulau Bidadari," kata Komandan Korem 161/Wirasakti, Kolonel Inf APJ Noch Bola di Kupang, Selasa.
Danrem Bola mengatakan TNI Angkatan Laut (AL) sudah berulang kali mencoba melacak frekuensi gelombang peralatan telekomunikasi yang digunakan Lewan Dawski saat melakukan komunikasi dengan pihak luar, namun teknologi Radar yang dimiliki TNI-AL tetap tidak mampu melacaknya.
Ketika ditanya tentang kemungkinan adanya kegiatan mata-mata yang dilakukan Lewan Dawski dalam misi pembelian Pulau Bidadari itu, Danrem mengatakan bahwa pihaknya belum bisa membuktikan mengenai hal itu, namun kewaspadaan terhadap adanya invasi dari luar negeri tetap menjadi prioritas perhatian TNI.
Dalam hubungan dengan itu, ia menerjunkan aparat Komando Rayon Militer (Koramil) dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) Manggarai Barat untuk terus memantau aktivitas warga negara Inggris itu di Pulau Bidadari.
Ia menambahkan sebuah tim dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Mabes TNI akan mengunjungi Pulau Bidadari, Pulau Menggudu di selatan Pulau Sumba bagian timur, Pulau Ndana di Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Dana di dekat Pulau Sabu, Kabupaten Kupang pada 13-21 Maret 2006.
"Tim yang akan mengunjungi pulau-pulau terluar NTT itu untuk melihat dari dekat kehidupan para prajurit TNI yang bertugas di sana guna mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mengatasi kesulitan para prajurit yang bertugas di pulau-pulau tersebut," katanya.
Ada kemungkinan, kata dia, dibangun pos pengamanan yang permanen sebagai tempat berlindung dan berteduh para prajurit selama menjalankan tugas di pulau-pulau itu.
Pulau-pulau terluar tersebut, kecuali Pulau Dana di dekat Pulau Sabu, masing-masing ditempatkan 15 orang prajurit dari Batalyon Infanteri (Yonif) 743/Pamadnya Samapta Yudha (PSY) dengan masa tugas selama tiga bulan.
Ia menjelaskan pihaknya tidak mengirim prajurit ke Pulau Dana di dekat Pulau Sabu karena pada saat air laut naik, pulau tersebut ditutupi seluruhnya oleh air laut, sehingga berdampak buruk bagi nasib prajurit jika ditempatkan di pulau itu.
Bola mengharapkan pemerintah daerah segera mengambil langkah untuk mengelola pulau-pulau terluar, guna kepentingan pariwisata atau usaha perikanan dan rumput laut, karena potensinya cukup tersedia.
"Prajurit kita kan sudah ada di sana...kenapa harus takut. Ini hanya sekadar himbauan, tetapi semua keputusan untuk mengelola pulau terluar, sepenuhnya berada pada tangan pemerintah daerah masing-masing," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006