Kulon Progo (ANTARA News) - Lahan pertanian seluas 68 hektare di tepi Sungai Progo tertimbun lahar dingin Gunung Merapi di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga sampai sekarang belum bisa ditanami lagi.

Ketua Penyuluh Tani Kecamatan Kalibawang Bariyadi di Kalibawang, Jumat, mengatakan lahan yang tertimbun lahar dingin Merapi itu berada di tiga desa sepanjang aliran Kali Progo yang meliputi Banjarharjo, Banjarasri, dan Banjararum.

"Lahan itu semula berupa sawah pertanian yang bisa ditanami padi dan cabai, sekarang tertimbun pasir," kata dia.

Menurut dia, lahan tersebut semula juga penuh pohon rambutan dan kelapa yang menjadi sumber pendapatan bagi petani pemiliknya. Semua pohon tersebut mati karena tersapu banjir.

Ia mengatakan pada musim hujan tahun lalu, banjir lahar dingin Sungai Progo membawa material berupa pasir dan batu. Pasir ini memenuhi sungai dan meluap hingga menimbun lahan persawahan di tepi sungai. Persawahan warga tertimbun pasir setinggi hingga empat meter.

"Hingga saat ini, lahan itu masih belum bisa ditanami. Bahkan, lahan itu belum diolah, karena untuk bertanam lagi, petani harus mengambil pasir. Hal ini sulit dilakukan, karena lahan yang tertimbun sangat luas dan pasir juga cukup tinggi," katanya.

Ia mengatakan, beberapa petani telah berupaya menanam di lahan pasir tersebut, namun tidak berhasil. Mereka mencoba menanam padi, jagung dan pakan ternak, namun kebanyakan tanaman itu tidak tumbuh subur.

Menurut dia, pasir dari Merapi mengandung bahan vulkanik sehingga tidak subur untuk ditanami. Petani harus mencampur dengan banyak pupuk organik di lahan pasir tersebut agar bisa ditanami.

"Namun, upaya ini juga masih enggan dilakukan karena mereka khawatir jika banjir lahar dingin datang lagi, pasir akan kembali menimbun sawah mereka," katanya.

Ia mengatakan pemerintah telah memberikan bantuan kepada petani yang sawahnya menjadi korban banjir lahar dingin berupa beras serta mencarikan dan modal usaha. (ANT-159/M008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011