Aceh Besar (ANTARA News) - Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN) Sugiharto, mengaku belum mengetahui tentang blacklist (catatan hitam) PT Waskita Karya yang diberikan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (BRR NAD-Nias). "Saya belum tahu dan tidak ada laporan tentang blacklist yang diberikan BRR kepada perusahaan negara itu. Nanti akan saya cari tahu," katanya disela-sela peninjauan gedung Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Lamtheuen, Kabupaten Aceh Besar, Selasa. Pernyataan Meneg BUMN Sugiharto itu terkesan menyembunyikan fakta yang terjadi beberapa waktu lalu terhadap PT Waskita Karya yang "mengabaikan" tugasnya sebagai kontraktor pemenang tender dari Turki, sehingga BRR mem-"blacklist"-nya selama dua tahun di Aceh. BRR yang bertanggungjawab untuk membangun kembali Aceh dan Kabupaten Nias (Sumatera Utara) pasca bencana alam gempa dan tsunami, 26 Desember 2004, telah mengeluarkan catatan hitam terhadap PT Waskita Karya, menyusul adanya indikasi penyimpangan dalam pembangunan rumah korban tsunami Aceh. PT Waskita Karya sebagai pihak yang memenangkan pembangunan sebanyak 1.050 unit rumah korban tsunami di Aceh Besar dan Kota Banda Aceh atas bantuan dari Palang Merah Turki. Selanjutnya, PT Waskita Karya mensubkan sebagian pekerjaannya kepada kontraktor lokal. Lebih lanjut, Menteri menjelaskan dalam aturannya diperbolehkan mensubkan pekerjaan kepada kontraktor lain, namun itu harus dilakukan dengan mengikuti aturan yang benar. "Kalau pekerjaan itu disubkan kepada rekanan lain dengan mentaati aturan yang ada dan tidak menyalahi aturan maka hal tersebut diperbolehkan," tambah Sugiharto. Sementara itu, sejumlah warga penerima bantuan rumah asal Turki di Desa Lampoh Daya, Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh, menyatakan khawatir atas struktur bangunan sebagian rumah-rumah yang sedang dibangun itu. "Kami melihat beberapa pekerjaan pembangunan rumah dilakukan asal jadi, misalnya pemasangan kerangka baja yang seharusnya bahan materialnya dari kayu. Kita khawatir dengan pemasangan kerangka baja karena di daerah kami sering dilanda angin kencang, dan khawatir atap tercabut saat angin kencang," kata M Wahidi, penerima rumah bantuan Turki. Oleh karenanya, Wahidi minta pihak kontraktor agar dalam pembangunan rumah bagi korban tsunami itu betul-betul dikerjakan sesuai dengan konstruksi tahan angin dan gempa. "Kalau mau bangun, berilah yang baik jangan asal jadi, apalagi sampai mengejar target tanpa memikirkan resiko ke depan yang harus diterima masyarakat," tambah dia.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006