Temanggung (ANTARA News) - Pengukuran deformasi atau bentuk fisik Gunung Sindoro yang statusnya dinyatakan meningkat dari normal menjadi waspada sejak 5 Desember 2010 hingga sekarang terkendala cuaca.

Petugas Pos Pengamat Gunung Sindoro dan Sumbing di Desa Gentingsari, Temanggung, Yuli Rahmatullah, Selasa, mengatakan akibat faktor cuaca, alat "electronic distance measurement" (EDM) di Gunung Sindoro tidak bisa bekerja maksimal.

Ia mengatakan, kondisi tersebut membuat pengamatan terhadap bentuk fisik gunung di perbatasan Kabupaten Temanggung dan Wonosobo ini sulit dilakukan.

"Akhir-akhir ini hampir setiap siang hingga malam gunung tertutup kabut, selain itu juga turun hujan sehingga badan gunung tidak bisa diukur dengan baik karena pancaran sinar ke tiga reflektor terganggu," katanya.

Menurut dia, pengukuran hanya bisa dilakukan pada pagi hari saat cuaca cerah. Namun hasil pengukuran satu kali ini belum bisa dijadikan patokan ukuran deformasi gunung tersebut.

Secara ideal, katanya, pengukuran deformasi dengan EDM dilakukan tiga kali sehari.

"Hingga sekarang dari sisi deformasi belum bisa dilihat apakah ada perubahan atau tidak karena pengukuran hanya dilakukan pagi hari, sedangkan siang dan sore tidak bisa dilakukan," katanya.

Ia mengatakan, pengamatan hanya bisa dilakukan dari aktivitas kegempaan yang terekam melalui seismograf di pos pengamatan.

Menurut dia, aktivitas kegempaan Gunung Sindoro masih fluktuatif. Data seismik pada Senin (19/12) terjadi gempa vulkanik dalam sebanyak enam kali, gempa vulkanik dangkal 13 kali, tektonik jauh satu kali, tektonik lokal empat kali, dan gempa hembusan.

Ia mengatakan, pada Senin (19/12) telah dilakukan pengukuran keasaman air di mata air Jumprit, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung dan Kalianget, Wonosobo.

Hasil pengukuran di dua mata air tersebut diketahui PH (keasaman) air menunjukkan angka enam atau masih tergolong normal dan layak untuk dikonsumsi.
(U.H018/E005)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011