... Kendatipun kita adalah negara demokrasi, jangan terlalu jauh...
Bangkok (ANTARA News) - Barat boleh saja mengecam dan minta ada amandemen, tapi Panglima militer Thailand, Selasa, bersikap sebaliknya. Militer monarki konstitusional itu menentang amandemen UU Penghinaan Raja sehingga barangsiapa yang menentang UU itu harus pindah ke luar. 

Para pengeritik mengatakan, Thailand menekan kebebasan menyatakan dengan meningkatkan penggunaan undang-undang itu. Ancaman pelanggaran UU Penghinaan Raja (termasuk terhadap ratu, putera mahkota, dan putra-putri raja) itu memang cukup menyeramkan, 15 tahun penjara.

"Tidak layak membicarakan ini. Secara pribadi saya akan menjalankan tugas saya bagi keamanan nasional dengan melindungi (monarki)," kata Jenderal Prayut Chan-0-Cha kepada wartawan.

Raja Thailand saat ini, Bhumibol Adulyadej, sudah berusia 84 tahun. Berkali-kali kepemimpinannya terbukti mampu mengentaskan konflik-konflik kekuasaan dan politik di negara itu. Sabda, pandangan, dan pidatonya seolah menjadi sikap resmi negara dan tidak satupun pihak di negara itu yang menyatakan sanggahannya.

Ketika ditanya tentang aktivis-aktivis yang menyerukan reformasi undang-undang itu, ia mengatakan mereka harus pergi dari negara itu. "Kendatipun kita adalah negara demokrasi, jangan terlalu jauh," tambahnya.

Amerika Serikat, Uni Eropa, dan PBB cemas atas kasus penerapan UU Penghinaan Raja belum lama ini; yang juga menimbulkan protes-protes kecil di ibu kota Bangkok terhadap undang-undang itu.

Seorang pria Thailand berusia 61 tahun dipenjarakan bulan lalu selama 20 tahun karena mengirim SMS-SMS yang menghina raja. Sementara seorang warga AS sejak itu dihukum dua setengah tahun penjara karena menghina raja.

Penghukuman-penghukuman itu meningkatkan perdebatan menyangkut masalah itu di laman-laman jejaring media sosial, kendatipun satu komite dibentuk awal bulan ini untuk menutup laman internet yang menghina raja.

Wakil Perdana Menteri Chalerm Yubamrung juga bersikap defensif ketika ditanya tentang undang-undang itu, Selasa.

"Saya kira tidak perlu dilakukan perubahan. Mengapa kita harus melakukan perubahan apabila undang-undang itu sudah baik?" katanya.

"Saya tidak ingin mengomentari masalah ini,tetapi siapapun yang mengubah undang-undang ini, kehidupan mereka tidak akan sejahtera," katanya kepada wartawan di Kantor Pemerintah.

Pekan lalu, Kedutaan Besar AS di Bangkok meminta para pengguna di halaman facebook-nya menahan diri untuk tidak menggunakan bahasa yang menghina, setelah muncul pesan-pesan kemarahan dari orang-orang Thailand yang membela undang-undang itu dan monarki.

Sekitar 100 royalis juga berkumpul di depan kantor perwakilan Amerika Serikat Jumat untuk mendukung undang-undang itu setelah kecaman dari Washington.

Para pengamat mengatakan pemerintah baru Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, yang berkuasa Agustus, belum memperbaiki situasi, dan ada dua protes terhadap undang-undang itu bulan ini.

Pekan lalu seorang aktivis "Baju Merah " dihukum 15 tahun penjara karena dituduh menghina raja dalam pidato rapat politik pada 2008. (H-RN)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011