Mataram (ANTARA News) - Pihak Ernest Lewandowski selaku investor menyayangkan sikap keras militer dalam kasus Pulau Bidadari, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), karena hal akan merusak iklim investasi di Indonesia. Investor asal Inggris itu mengemukakan hal itu di Mataram, Rabu melalui kuasa hukumnya, I Gusti Putu Ekadana, SH dari Ekadana Asosiates. Menurut dia, keberadaan kliennya di Pulau Bidadari tersebut secara hukum sah, karena memiliki izin resmi pemerintah Indonesia termasuk pemerintah daerah setempat. "Karena itu kita sayangkan pernyataan sejumlah pejabat tinggi di Indonesia yang menuding Ernest sebagai orang asing yang membeli dan menguasai, bahkan disebut sebagai mata-mata atau spionase sehingga akan mengirim pasukan mengamankan Pulau Bidadari," katanya. Ekadana mengkhawatirkan tindakan keras dan pernyataan sejumlah petinggi itu berdampak buruk terhadap perkembangan investasi di Indonesia, investor asing merasa tidak ada kepastian hukum berusaha di Indonesia. Menurut dia, hal itu bertentangan dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang terus berjuang melakukan promosi dengan dana yang tidak sedikit guna mengundang investor sebanyak-banyaknya menanamkan modal di Indonesia. "Perlu diketahui keberadaan investor asal Inggris Ernest dan istrinya Kathleen Mitcinson adalah legal dan sah menurut peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, karena dia telah mengantongi izin lengkap sebagai investor," katanya. Kehadirannya di Indonesia dan membuka usaha Wisata Tirta di Gili (pulau kecil) setelah mengantongi izin tetap usaha Wisata Tirta dari Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara dengan nomor 364/I/PARSENI/2000 tertanggal 16 juni 2000. Usaha wisata tirta di Gili Air, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Barat itu, berada di bawah payung PT. Reefseekers Kathernest Lestari (RKL), di Gili Air, Ernest juga membuat penangkaran penyu sebagai wujud kepeduliannya terhadap kelestarian satwa yang dilindungi itu. Selanjutnya untuk mengembangkan usahanya, Ernest kembali mengajukan permohonan perluasan penanaman modal asing dan mendapat persetujuan dari BKPM Jakarta Nomor: II/PMA/2001 dan Nomor Kode Proyek 5511/6341/7032-51/83-9059 (d/h 9490-24-9059). Bidang usaha adalah jasa usaha akomodasi (hotel/bungalow), wisata tirta dan biro perjalanan wisata yang berlokasi di Kabupaten Manggarai Barat, NTT dan Kabupaten Badung, Bali. Untuk usaha wisata tirta di Kabupaten Manggarai Barat, PT RKL juga mengatongi izin lokasi untuk keperluan pembangunan resort hotel dari Bupati Manggarai dengan nomor HK/62/2003 tanggal 12 Juni 2003 dan juga mendapat izin untuk Zona Konservasi Pantai dan Laut Pulau Bidadari. Selain itu, kata Eka, Izin Persetujuan Prinsip Membangun dari Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai dengan nomor 556.2/82/PPM/Par-2000. Untuk keperluan usahanya, PT. RKL membebaskan lahan seluas lima hektar di Pulau Bidadari dengan status Hak Guna Bangunan (HGB), jadi bukan membeli pulau tersebut seharga Rp495 juta, jadi dana tersebut bukan sebagai pembelian pulau tetapi sebagai dana pembebasan lahan. "Karena itu selaku kuasa hukum saya sedih kalau klien saya dituding sebagi orang asing yang membeli pulau dan menjadi mata-mata, karena itu para petinggi republik ini hendaknya mengetahui persoalan terlebih dahulu baru bertindak dan mengeluarkan statement," katanya. Sebagaimana ramai diberitakan media massa akhir-akhir ini, pasangan suami-isteri warga negara Inggris itu dituding membeli Pulau Bidadari di Manggarai, bahkan dituduh sebagai mata-mata. Pangdam, IX/udatana Mayjen TNI Zamroni sudah memerintahkan pasukannya untuk mengamankan pulau kecil itu, bahkan sejumlah anggota DPR juga bereaksi keras sehubungan dengan munculnya informasi pembelian Pulau Bidadari tersebut. (*)

Copyright © ANTARA 2006