Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi (judicial review) yang diajukan PT Astra Sedaya Finance (ASF) terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yangdiubah berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2004. Dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Rabu, Ketua Majelis Hakim, Prof. DR Jimly Asshiddiqie SH, menyebutkan bahwa tidak setiap perampasan hak memiliki serta merta bertentangan dengan UUD 1945. Sebelumnya, kuasa hukum PT ASF, Bahrul Ilmi Yakup SH, mengatakan bahwa penggunaan UU Kehutanan Pasal 78 ayat (15) telah merugikan kliennya, karena bertentangan dengan UUD 1945. Ia menilai, kliennya mengalami kerugian sekitar Rp1 miliar akibat aksi Kejaksaan Negeri Sengeti, Kabupaten Muaro, Jambi, yang melakukan perampasan terhadap sembilan unit truk perusahaan itu. Di dalam UU Kehutanan Pasal 78 ayat (5) itu menyebutkan, "Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk negara." Sedangkan, Pasal 28D ayat (1) menyebutkan: "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, pelindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum." Selain itu, Pasal 28G ayat (1) termaktub, "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi." Kemudian, Pasal 28H ayat (4) menyebutkan: "Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil yang merupakan hak asasi." "Oleh karena itu, kami menilai Pasal 78 ayat (15) bertentangan dengan UU Kehutanan," kata Bahrul. Sementara itu, Jimly Asshiddiqie mengatakan, perampasan hak milik dapat dibenarkan sepanjang dilakukan sesuai dengan prinsip due procces of law, terlebih lagi terhadap hak milik yang lahir karena kontruksi hukum (legal construction), in casu hak milik yang lahir dari perjanjian fidusia. Kendati demikian, lanjut dia, terlepas dari keabsahan perampasan hak milik sepanjang dilakukan sesuai dengan prinsip due procces of law, maka hak milik dari pihak ketiga yang beritikad baik harus tetap dilindungi. "Karena itu, berdasarkan pertimbangan, MK berpendapat bahwa Pasal 78 ayat (15) UU Kehutanan beserta penjelasannya tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, permohonan pemohon harus ditolak," katanya. Seusai pelaksanaan sidang, kuasa hukum Bahrul Ilmi Yakup mengatakan, pihaknya menerima putusan obyektif MK, karena didalamnya telah menyebutkan untuk tetap melindungi hak kepemilikan. "Secara norma-norma hukum tidak bertentangan dan dasar hukumnya, yakni melindungi hak kepemilikan," demikian Bahrul. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006