Penyerang Liverpool Mohamed Salah (kiri) tampak kecewa harus meninggalkan lapangan lebih awal karena cedera yang dialaminya dalam partai final Liga Champions 2017-18 melawan Real Madrid di Stadion NSC Olimpiyskiy, Kiev, Ukraina, pada 28 Mei 2018. (ANTARA/AFP/Paul Ellis)
Yang pahit

Kedatangan Liverpool ke final Liga Champions 2017-18 di Kiev menjadi satu pijakan penting dalam proyek kebangkitan salah satu tim tersukses Inggris itu di bawah arahan Juergen Klopp.

Musim dingin 2018 Klopp mendatangkan salah satu kepingan terpenting proyeknya untuk menambal kerapuhan lini pertahanan Liverpool dengan menggaet Virgil van Dijk yang kala itu memecahkan rekor transfer bek termahal di dunia.

Kehadiran Van Dijk di lini belakang kala itu diyakini bisa mengimbangi ketajaman barisan penyerang Liverpool yang dihuni trio Mohamed Salah, Roberto Firmino, dan Sadio Mane.

Lini depan Liverpool begitu subur, dua kali membukukan kemenangan 7-0 di fase penyisihan Grup E sekali di kandang NK Maribor dan yang lainnya saat menjamu Spartak Moskow.

Torehan subur 23 gol pada fase grup berlanjut di babak gugur, di mana mereka mengemas 17 gol lagi dalam perjalanan menuju final yang tak pelak menjadi modal kepercayaan diri nan besar dalam upaya mendongkel hegemoni Real Madrid di dua musim sebelumnya.

Sayangnya, perjalanan Liverpool di Liga Champions 2017-18 harus berakhir dengan pil pahit.

Pil pahit pertama harus ditelan para pendukung Liverpool ketika Salah lengan kanannya dipiting jatuh oleh Sergio Ramos pada menit ke-25.

Salah berusaha tetap bermain, tapi hantaman keras lengan kirinya dengan permukaan lapangan saat dipiting Ramos menyisakan rasa sakit yang memaksanya meninggalkan lapangan dengan derai air mata lima menit kemudian.

Baca juga: Final Liga Champions: Secuil kisah dari Paris 41 tahun silam

Pil pahit kedua yang menohok kerongkongan suporter Liverpool adalah insiden memalukan yang melibatkan Karius.

Bersaing dengan Simon Mignolet memperebutkan tempat utama di bawah mistar gawang Liverpool nyaris sepanjang musim 2017-18, kepercayaan dari Klopp berakhir jadi bumerang sebab Karius melakukan dua blunder fatal.

Derai air mata dan gestur sarat permohonan maaf yang diarahkan Karius ke suporter Liverpool selepas peluit bubaran tak cukup menyelamatkannya dari keputusan Klopp memecahkan rekor transfer untuk mendatangkan Alisson Becker yang membuktikan banderol 66,8 juta poundsterling bukanlah harga yang terlalu mahal.

Klopp juga tak lepas dari pil pahit yang secara khusus diarahkan untuknya selepas final Kiev 2018. Sebab itu menjadi final ketiganya di Eropa setelah Liga Champions 2012-13 dan Liga Europa 2015-16 di mana tak satu pun berhasil dimenanginya, membuat Klopp identik sebagai spesialis runner-up.

Segala yang pahit dari Kiev 2018 sudah berhasil diobati oleh Klopp dan Liverpool dengan menjuarai Liga Champions semusim berselang, begitu juga menyudahi paceklik gelar Liga Premier Inggris lebih dari tiga dasawarsa.

Itu semua tentu tidak akan mengurangi ambisi Liverpool atau setidaknya Salah untuk membalaskan kesumat Kiev 2018 di Stade de France akhir pekan nanti.

Derai air mata di Kiev empat tahun lalu cukup untuk menggerakkan bibir Salah mengucap Real Madrid, ketika ditanya siapa lawan yang ingin dihadapi setelah Liverpool lebih awal melangkah ke final Liga Champions musim ini.

"Saya ingin menghadapi Madrid. Kami kalah dalam final melawan mereka, jadi saya ingin menghadapi mereka dan semoga juga menang melawan mereka," kata Salah kepada BT Sports selepas kemenangan atas Villarreal dalam leg kedua semifinal pada 3 Mei 2022.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2022