Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron, menyesalkan dan prihatin dengan tertangkapnya rembesan atau penyelundupan pupuk bersubsidi sebanyak 70 ton di perjalanan dari Gunung Sirem, Jampang Tengah, Sukabumi, Jawa Barat, menuju pelabuhan Meratus, Tanjung Priok, kemudian ditemukan lagi di gudangnya sebanyak 700 ton pupuk urea yang sudah berganti karung.

Perembesan pupuk urea PT Pupuk Kujang ini dilakukan dengan modus mengganti karung subsidi ke nonsubsidi. Selanjutnya, pupuk yang sudah ditukar karungnya akan dikirim ke perkebunan di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

"Tentunya saya prihatin dan agar ditindak secara tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Pada umumnya penyelewengan pupuk bersubsidi dilakukan di distribusi lini 3 dan 4, alias di distributor, agen, dan pengecer," kata Herman kepada ANTARA News, Jakarta, Sabtu.

Dengan kejadian tersebut dan beberapa kejadian lainnya terkait dengan masalah pupuk, Komisi IV DPR RI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) Pupuk.

Panja Pupuk itu dibentuk didasarkan pada hipotesis bahwa volume pupuk bersubsidi yang berjumlah 9 juta ton, dimana 5 juta ton di antaranya pupuk urea. Dari 5 juta ton pupuk urea, daya serapnya sekitar 4,2 juta ton, paparnya.

Kendati demikian, kata politikus dari Partai Demokrat itu, pupuk selalu langka di tingkat sasaran.Kalaupun tersedia, ditemukan fakta bahwa masyarakat membeli dengan harga pasar karena prinsip petani pada akhirnya yang penting bisa memupuk.

Secara nominal subsidi pupuk 2011 sekitar Rp17 triliun, dan subsidi ini bertujuan untuk memberikan insentif produksi pada petani yang berhak menerimanya melalui pengurangan harga dari harga pasar saat ini sekitar Rp4.500,00-Rp5.000,00 ke harga subsidi Rp1.600,00.

"Semata-mata agar petani bisa mendapatkan nilai tambah dan kompetitif. Tentunya permasalahan perembesan dan penyelewengan pupuk ini saling terkait dan kompleks. Harus diurai dan sebagai barang dalam pengawasan negara tentunya harus didistribusikan secara tertutup dengan data demand site yang tepat sehingga dapat menjadi dasar supply site yang tepat pula," kata Herman.

Demand site, kata Herman, didasarkan pada Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang semestinya tepat, by name by address and under control.

"Kalau RDKK-nya tidak kredibel dan valid pasti pelaksanaanya syarat dengan pelanggaran. Karena disparitas harga yang tinggi, pasti akhirnya menjadi penyelewengan," ungkap anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Cirebon, Karawang, dan Indramayu itu.

Terkait anggaran pengawasan, bisa dibilang terlalu kecil,  hanya Rp2 miliar untuk 33 provinsi. Belum lagi, sistem distribusi yang sepenuhnya menjadi otoritas distributor, agen, pengecer, dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.

"Ini yang tentunya sedang diurai oleh Panja Pupuk. Solusi tahap awal adalah dengan memberikan warna pada pupuk urea dengan warna pink," ujar Herman.

Selain itu, Panja Pupuk juga akan mengevaluasi data demand site (RDKK), sistem distribusi pada lini 3 dan 4, sistem pengawasan, dan mekanisme subsidi sehingga permasalahan kelangkaan pupuk bagi petani--seiring dengan terjadinya penyelewengan dan perembesan/penyelundupan pupuk bersubsidi--dapat terpecahkan. (zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2011